Thursday, July 24, 2008

Pertanyaan

Akhir-akhir ini saya jarang up-date blog dan bahkan sekedar menjawab pertanyaan yang disampaikan di komentar pun sangat jarang. Penyebabnya karena kartu yang biasa saya pakai, fren, tidak bisa mengakses situs blogger dan email Gmail. Karena itu, saya mohon maaf jika banyak pertanyaan tidak terjawab.

Tetapi pertanyaan yang masuk lewat email pasti dijawab! Hal ini karena email Gmail diforward ke email@pajak.go.id sehingga email yang masuk ke Gmail diteruskan ke email kantor dan saya bisa buka lewat jaringan intranet. Insya Allah semua email masuk pada hari yang sama atau besoknya langsung saya jawab. Kecuali saya sedang dinas luar kota.

Jadi, jika memang butuh "jawaban atau komentar saya" tentang masalah perpajakan, jangan ragu untuk mengirim email ke raden[dot]suparman[at]gmail[dot]com

Jabat erat dari:
Raden Agus Suparman

Keuntungan Wajib Pajak

Bagi fiskus yang mengejar target, sebenarnya gregetan dengan program sunset policy yang ditawarkan oleh pemerintah [disebut pemerintah karena program ini berdasarkan UU KUP]. Banyak potensi-potensi pajak yang dapat digali tapi digratiskan dan petugas pajak seolah-olah diborgol supaya bersabar.

Mohon diperhatikan bahwa tidak semua SPT Pembetulan merupakan SPT Sunset Policy. Satu-satunya ciri SPT Sunset Policy adalah judul di SPT Pembetulan berdasarkan Pasal 37A UU KUP atau jika bukan pembetulan maka ciri khasnya adalah SPT berdasarkan Pasal 37A UU KUP. Silakan perhatikan catatan sebelumnya.

Walaupun banyak di DJP sendiri yang mempertanyakan dasar hukumnya, tetapi karena sudah merupakan kebijakan pimpinan, SPT Sunset Policy memiliki keuntungan bagi Wajib Pajak, yaitu :

[1] Penghapusan Sanksi
Pasal 37A UU KUP memang hanya menyebutkan penghapusan sanksi bunga. Karena itu, beberapa teman merujuk ke Pasal 8 UU KUP karena memang masalah pembetulan diatur di Pasal 8 UU KUP. Nah, di Pasal 8 itu bukan cuma mengatur sanksi bunga tapi sanksi kenaikan. Apakah sanksi kenaikan ikut dihapus? Apa dasar hukumnya? Begitulah pertanyaannya. Tetapi para perumus Sunset Policy "tampaknya" tetap bersikukuh bahwa SPT Sunset Policy bebas sanksi.

[2] Penghentian Pemeriksaan
Ketentuan pemeriksaan memang mulai muncul di peraturan pemerintah dan tidak ada di UU KUP. Karena itu ada yang bilang tidak memiliki dasar hukum. Tapi bagi saya sih peraturan pemerintah No. 80 tahun 2007 lebih dari cukup. Jika pemeriksaan sedang berlangsung, maka pemeriksaan akan dihentikan jika WP yang diperiksa membayar dan menyampaikan SPT Sunset Policy. Dengan catatan : pemeriksa tidak menemukan data hutang pajak lebih besar daripada SPT Sunset Policy. Selain itu, pemeriksaan yang dihentikan bukan pemeriksaan Bukti Permulaan, dan bukan penyidikan.

[3] Cukup Bayar PPh OP atau Badan
SPT Sunset Policy hanya untuk SPT Tahunan PPh OP atau SPT Pembetulan PPh Badan. Kewajiban pajak lain seperti PPh Pasal 21; kewajiban pemotongan PPh orang lain [potput] yaitu : PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPh Pasal 4 (2); serta PPN dibebaskan. Walaupun dari penyampaian SPT Sunset Policy akan tampak potensi-potensi pajak yang bisa ditagih, tetapi Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan No. 66 Tahun 2008 seolah-olah memborgol petugas pajak. Atau sebaliknya, petugas pajak memang sengaja diborgol.

Pasal tersebut mengatakan bahwa SPT Sunset Policy tidak dapat dijadikan dasar penerbitan surat ketetapan pajak [skp]. Kalau tidak dapat diterbitkan skp berarti potensi-potensi diatas hanya sekedar potensi :D

Apakah Daftar Harta yang dimasukkan [lampiran] di SPT Sunset Policy bisa dijadikan data bagi kantor pajak? Help Desk Sunset Policy pernah menegaskan bahwa Daftar Harta tidak bisa dijadikan dasar menghitung pajak atau bukan termasuk data lain. Data lain itu data selain SPT Sunset Policy.

Terakhir, bukti bahwa SPT Sunset Policy diterima dengan baik sebagai SPT Sunset Policy maka KPP Pratama akan mengirim Surat Ucapan Terima Kasih. Jika tidak ada surat tersebut kita mesti tanya ke KPP Pratama, jangan-jangan SPT Sunset Policy kita dianggap bukan SPT Sunset Policy.

Masih ragu dengan Sunset Policy?

Bayar PBB Online

Hari Rabu kemarin saya bayar PBB via ATM BCA untuk rumah yang di Depok. Pihak pengembang memang baru bulan lalu memberikan SPPT PBB tahun 2008. Sedangkan tahun 2005 sampai dengan tahun 2007, SPPT PBB belum pernah diterima. Memang rumahnya juga baru diselesaikan tahun 2007 [kasus] walaupun rumah dibeli sejak tahun 2003. Ya, ini kasus pengembang yang bangkrut memang.

Karena kasus itu, saya sendiri tidak tahu jika tanah tersebut sudah dialihnamakan ke konsumen oleh pengembang. Bahkan sampai akhir 2006, bangunan masih setengah jadi, dan hanya rumah hantu. Tetapi si pengembang sudah mendaftarkan tanah berikut bangunan. Tetapi daripada repot-repot, saya bayar saja.

Oh ya, saya tahu kewajiban PBB sejak 2005 karena saya intip di intranetDJP. Tinggal memasukkan nomor objek pajak [NOP] ke aplikasi di intranetDJP, keluar data PBB. Status pembayaran sampai 10 tahun ke belakang langsung nampak. Dan, status pembayaran PBB yang saya ceritakan diatas tentu belum dibayar.

Sorenya, sekitar jam empatan saya ke ATM BCA di seberang kantor. Setelah bayar [di ATM angka yang muncul pokok ditambah bunga], saya fotokopi struk pembayaran dan langsung naik ke lantai tiga. Terus dicek lagi di intranetDJP. Awalnya sih saya mau mencetak bahwa saya punya utang bayar PBB empat tahun sekaligus untuk digabungkan dengan fotokopi struk pembayaran.

Setelah memasukkan NOP, ternyata yang status pembayaran sekarang "lunas" dengan tempat pembayaran "ATM BCA". Wah, ternyata sudah benar-benar online!

DAFTAR ATM TEMPAT PEMBAYARAN PBB
Menurut surat Direktur DTPB No. S-091/PJ.13/2008, bahwa sekarang ini PBB bisa dibayar di ATM bank : BCA, BII, Bank Jatim, Bank Bumiputera, Bank Bali, Bank Bukopin, Bank Mandiri, Bank DKI, dan BNI. Untuk Bank Jatim tentunya hanya melayani objek PBB di Jatim, Bank DKI untuk objek PBB di Jakarta, dan Bank Bali untuk objek PBB di Bali saja!

Selain lewat ATM, pembayaran PBB bisa juga dengan internet banking : BCA, Bank Mandiri, dan BNI. Atau bisa juga dengan Call Mandiri [Bank Mandiri] dan Phone Plus [BNI].

Satu hal, bayar PBB akan lebih aman jika dibayar sendiri! Tidak dititipkan. Gampang ko, tinggal bawa SPPT PBB, pergi ke ATM, pilih menu pembayaran pajak, masukkan NOP, dan tahun pajak! Fakta yang saya temukan, banyak kasus PBB yang dititipkan ke petugas desa atau pemda tidak disetorkan ke Kas Negara.


Jadi, bayarlah pajak ke bank langsung.
Salaam

Berhubung ada perubahan dalam intranet DJP, sampai saat ini [Desember 2010] saya tidak bisa lihat status pajak terutang PBB. Apakah ini ada kaitannya dengan "persiapan" pengalihan PBB kota/desa menjadi Pajak Daerah tahun depan? Saya sendiri tidak tahun. Karena itu saya mohon maaf.

update 20 Desember 2012
sebagian besar Pemda sejak Januari 2013 telah mengambil alih administrasi PBB P2. Karena administrasi sudah ada di Pemda/Pemkota maka semua catatan hutang pajak pun sudah pindah ke Pemda/Pemkota. DJP sudah "lepas tangan". 

Silakan cek dinisi:
http://www.pajak.go.id/content/pengalihan-pbb-perdesaan-dan-perkotaan

salam hormat

Wednesday, July 2, 2008

Siaran Pers

Dibawah ini merupakan kutipan Siaran Pers. Bagian tengah yang mencantumkan persyaratan bagi Wajib Pajak dengan sengaja saya potong karena catatan sebelumnya saya pikir lebih lengkap. Berikut kutipannya:

Jakarta, 1 Juli 2008 - Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution, hari ini bertempat di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak menyampaikan penjelasan mengenai Sunset Policy yang diamanatkan Pasal 37A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) beserta peraturan pelaksanaannya.

Sunset Policy merupakan fasilitas penghapusan sanksi pajak penghasilan orang pribadi atau badan berupa bunga atas kekurangan pembayaran pajak yang dapat dinikmati oleh masyarakat baik yang belum memiliki NPWP maupun yang telah memiliki NPWP pada
tanggal1 Januari 2008.

Wajib Pajak yang memanfaatkan Sunset Policy memperoleh fasilitas:
1. penghapusan sanksi pajak berupa bunga atas keterlambatan pembayaran pajak yang tidak atau kurang dibayar;

2. penghentian pemeriksaan pajak, dalam hal pemeriksa pajak belum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP);

3. tidak dilakukan pemeriksaan pajak sehubungan dengan penyampaian atau pembetulan SPT Tahunan PPh, kecuali terdapat data atau informasi lain yang menyatakan bahwa SPT Tahunan PPh yang disampaikan tidak benar; dan

4. data dan/atau informasi yang tercantum dalam SPT dalam rangka Sunset Policy tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk menerbitkan surat ketetapan pajak-pajak lainnya.

Sunset Policy merupakan kebijakan untuk memulai keterbukaan dalam melaksanakan kewajiban kenegaraan di bidang perpajakan. Oleh karena itu, masyarakat perlu menyikapinya dengan seksama. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan yang baru memberikan kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengumpulkan data an informasi secara berkesinambungan dari instansi, lembaga, asosiasi, dan pihak lain baik pemerintah maupun swasta. Direktorat Jenderal Pajak mempunyai data perpajakan yang memungkinkan DJP untuk mendeteksi ketidakbenaran pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilaksanakan oleh masyarakat. Wajib Pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakan dengan benar dan tidak memanfaatkan Sunset Policy, menghadapi risiko dikenai sanksi perpajakan yang berat. Sunset policy ini hanya berlaku dalam tahun 2008.

Untuk penjelasan lebih lanjut, masyarakat dapat menghubungi Kantor Pelayanan Pajak terdekat, Kring Pajak: 500200, atau website: www.pajak.go.id.

Selesai.

Bayar Pajak Harus Di Mana?

Pada harian �Pikiran Rakyat� tanggal 2 Juli 2008, ada surat pembaca yang mengeluhkan pelayanan di KPP Pratama. Berikut bunyi lengkap suratnya :

Pelayanan KPP Pratama Majalaya yang Lamban?

PADA 08 Mei 2008, saya mengajukan untuk membayar PBB di KPP Pratama Majalaya yang belum pernah saya bayar untuk rumah di Perumnas Rancaekek Kencana Kab. Bandung. Saya diberi tanda pendaftaran pelayanan PBB yang akan selesai 08 Juni 2008. Tanggal 10 Juni 2008 saya datang ke KPP Pratama Majalaya, tetapi ternyata sesudah 1 (satu) bulan berkas punya saya belum juga selesai. Saya tanyakan kepada bagian yang mengurus hal ini, ternyata tidak bisa menjawab kapan selesainya berkas punya saya. Untuk itu saya bertanya kepada Ka. KPP Pratama Majalaya.
1. Adakah standar operasi pekerjaan di tempat yang Bapak/Ibu pimpin?
2. Kalau ada, pernahkah dicek apakah standar pelayanan tersebut telah dipatuhi?
3. Apakah sudah dicantumkan di tempat yang jelas mengenai lama pelayanan dan sanksi yang dikenakan jika tidak tercapai?
4. Memangnya susah ya kalau kita mau bayar?

Perlu diketahui bahwa untuk menuju ke sana, saya sudah meluangkan waktu dan biaya (sebagaimana yang datang dari pacet). Kalau hal ini terjadi di saat digembar-gemborkan bahwa kita harus hemat dan efisien, ternyata realisasinya tidak ada, maka akan terjadi biaya ekonomi yang tinggi. Kapan kita akan bangkit kalau pelayanan publik tidak memberi contoh?

Subagyo, Ir.
Jln. Cikutra Baru XI No. 54
Bandung 40124
Telf. 022-70780548

Membaca surat tersebut, saya mengira bahwa Pak Subagyo akan membayar PBB di KPP Pratama Majalaya. Memang banyak orang yang beranggapan bahwa kantor pajak menerima pembayaran pajak. Terutama bagi Wajib Pajak yang jarang mengurus pajak. Mungkin kewajiban perpajakannya diurus oleh orang lain, pegawainya, atau bahkan konsultan. Padahal sudah sejak lama [saya sendiri tidak tahu sejak kapan] bahwa kantor pajak tidak menerima pembayaran pajak dari Wajib Pajak. Pembayaran pajak sejak dahulu di bank persepsi atau di Kantor Pos.

Pembayaran pajak sekarang sudah on-line antara Ditjen Pajak, Ditjen Perbendaharaan, dan kantor bank yang disebut MPN. Sebenarnya bukan hanya pembayaran pajak, tapi semua penerimaan negara yang akan masuk ke APBN seperti : Surat Setoran Pajak (SSP), Surat Setoran Bukan Pajak (SSBP), Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP), Surat Setoran Cukai atas Barang Kena Cukai dan Pajak Pertambahan Nilai Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri (SSCP), Satu hal yang perlu dicatat bahwa setiap pembayaran pajak harus tercantum Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) dan Nomor Transaksi Bank (NTB)/Nomor Transaksi Pos (NTP)/Nomor Penerimaan Potongan (NPP).

Standar KPP Pratama mengharuskan adanya kantor kas bank di setiap KPP Pratama. Di kota Bandung, setahu saya, Ditjen Pajak telah bekerja sama dengan Bank BHP untuk membuka kantor kas. Sedangkan di Jakarta, ada Bank DKI. Fungsi kantor kas bank ini sebenarnya untuk memudahkan pembayaran pajak. Sehingga pelayanan satu atap bisa terwujud. Tidak kesana�kemari.

Tetapi, bisa jadi kantor kas bank tersebut tidak buka setiap hari. Atau Wajib Pajak datang pada siang hari, dan kantor kas bank sudah tutup. Pada kasus seperti ini tentu saja kantor kas bank sudah tidak menerima pembayaran pajak. Walaupun satu atap dengan KPP Pratama, tetapi kantor kas bank tersebut independen sehingga tidak bisa dipaksa untuk buka sampai jam lima sore waktu setempat.

Kemungkinan lain, ada sebagian Wajib Pajak yang biasa �mengurus� pembayaran PBB ke oknum atau calo di KP PBB. Ini penyakit lama. Sejak pembubaran KP PBB, memang keberadaan calo sudah diminimalisir [maunya sih bilang dihilangkan]. Sistem yang dibangun di KPP Pratama memang akan menyulitkan para calo.

Wajib Pajak yang mengalami kesulitan dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya bisa menghubungi AR. Setiap Wajib Pajak pasti memiliki AR. Jika Wajib Pajak mau mengurus PBB, maka dapat menanyakan AR tempat objek PBB tersebut berada. AR adalah petugas KPP Pratama yang bertugas menjadi mediator. Dan petugas AR berada di Seksi Waskon [pengawasan dan konsultasi]. Silakan menghubungi seksi Waskon!

Sebenarnya ada satu standar pelayanan KPP Pratama yang belum bisa diterapkan. Mungkin ke depan akan segera disempurnakan. Pelayanan yang dimaksud fasilitas help desk. Tempat Wajib Pajak bertanya. Mirip petugas customer service [CS] di kantor bank. Di bagian depan, kantor bank yang sudah modern selalu menyiapkan petugas teller dan CS. Jika KPP Pratama sudah menyediakan semacam CS, para Wajib Pajak yang datang ke kantor pajak pasti tidak akan bingung lagi.

Semoga.