Tuesday, December 16, 2008

Subjek pajak luar negeri

Pasal 2 ayat (4) UU PPh 1984
Subjek pajak luar negeri adalah:
a. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia; dan

b. orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.


Pasal 2A ayat (3)dan ayat (4) UU PPh 1984 :
(3) Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf a dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap.

(4) Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) huruf b dimulai pada saat orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.


Penjelasan :
Subjek pajak luar negeri adalah orang pribadi atau badan yang bertempat tinggal atau bertempat kedudukan di luar Indonesia yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia, baik melalui maupun tanpa melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, tetapi berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan maka orang tersebut adalah subjek pajak luar negeri.

Apabila penghasilan diterima atau diperoleh melalui bentuk usaha tetap maka terhadap orang pribadi atau badan tersebut dikenai pajak melalui bentuk usaha tetap. Orang pribadi atau badan tersebut, statusnya tetap sebagai subjek pajak luar negeri. Dengan demikian, bentuk usaha tetap tersebut menggantikan orang pribadi atau badan sebagai subjek pajak luar negeri dalam memenuhi kewajiban perpajakannya di Indonesia. Dalam hal penghasilan tersebut diterima atau diperoleh tanpa melalui bentuk usaha tetap maka pengenaan pajaknya dilakukan langsung kepada subjek pajak luar negeri tersebut.

Bagi orang pribadi yang tidak bertempat tinggal dan berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia melalui suatu bentuk usaha tetap, kewajiban pajak subjektifnya dimulai pada saat bentuk usaha tetap tersebut berada di Indonesia dan berakhir pada saat bentuk usaha tetap tersebut tidak lagi berada di Indonesia.

Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah subjek pajak luar negeri sepanjang orang pribadi atau badan tersebut mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia. Hubungan ekonomis dengan Indonesia dianggap ada apabila orang pribadi atau badan tersebut menerima atau memperoleh penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi atau badan tersebut dimulai pada saat orang pribadi atau badan mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia, yaitu menerima atau memperoleh penghasilan dari sumber-sumber di Indonesia dan berakhir pada saat orang pribadi atau badan tersebut tidak lagi mempunyai hubungan ekonomis dengan Indonesia.


Catatan :
Mengapa harus ada �pemisahan� antara subjek pajak dalam negeri dengan subjek pajak luar negeri? Karena ada perbedaan kewajiban! Saya ringkaskan perbedaan kewajiban subjek pajak dalam negeri vs subjek pajak luar negeri dari memori penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU PPh 1984 sebagai berikut;
1. Subjek pajak dalam negeri : dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia [biasa disebut world wide income atau comprehensive liability to tax atau full tax liability]; dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum; dan wajib menyampaikan SPT Tahunan.

2. Subjek pajak luar negeri : dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia; dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan atau flat; dan TIDAK wajib menyampaikan SPT Tahunan.

Karena UU PPh 1984 menganut residence prinsiple, maka tempat tinggal dan �kehadiran fisik� menjadi persyaratan. Pada catatan tentang subjek pajak dalam negeri, saya menyebutkan bahwa seseorang yang bertempat tinggal di Indonesia dan memiliki dokumen KTP maka yang bersangkutan merupakan subjek pajak dalam negeri. Tetapi ada kalanya dokumen formalitas tidak merepresentasikan keadaan sebenarnya. Pada contoh yang saya berikan, bisa jadi orang yang memiliki rumah dan KTP di Jakarta tetapi tinggal di Singapura. Karena itu perlu pengujian lebih lanjut.

Saya kutip dua paragrap memori penjelasan Pasal 2 ayat (6) UU PPh 1984 tentang tempat tinggal :
Pada dasarnya tempat tinggal orang pribadi atau tempat kedudukan badan ditentukan menurut keadaan yang sebenarnya. Dengan demikian, penentuan tempat tinggal atau tempat kedudukan tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal, tetapi lebih didasarkan pada kenyataan.

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menentukan tempat tinggal seseorang atau tempat kedudukan badan tersebut, antara lain domisili, alamat tempat tinggal, tempat tinggal keluarga, tempat menjalankan usaha pokok, atau hal-hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk memudahkan pelaksanaan pemenuhan kewajiban pajak.


Saya ulangi : penentuan tempat tinggal tidak hanya didasarkan pada pertimbangan yang bersifat formal tetapi lebih didasarkan pada kenyataan. Praktek yang terjadi dilapangan sangat mungkin seseorang yang secara formal bertempat tinggal di Indonesia tetapi pada kenyataannya orang tersebut �berada� di luar negeri. Jadi, dimana tempat tinggalnya?

Jawaban saya kembali ke metode 183 hari. Jika seseorang berada di luar negeri 183 hari atau lebih maka orang tersebut bertempat tinggal di luar negeri. Sebaliknya jika seseorang berada di dalam negeri 183 hari atau lebih maka orang tersebut bertempat tinggal di dalam negeri. �Tempat� yang dimaksud bisa rumah milik, rumah sewa, apartemen, atau tempat tinggal lainnya.

Walaupun demikian, sebenarnya sudah ada semacam �konvensi� diantara administrator pajak di dunia bahwa jika terjadi dual residence [orang pribadi yang memiliki status penduduk rangkap untuk tujuan perpajakan] maka penyelesaiannya dilakukan berdasarka a tie breaker rule yang terdiri dari beberapa kriteria pengujian dan dilakukan secara berurutan (sequency) artinya apabila kriteria pertama tidak dapat memecahkan masalah dual residence maka digunakan kriteria kedua dan seterusnya. Kriteria dimaksud adalah

[1]. Tempat tinggal tetap (permanent home) yaitu tempat dimana Wajib Pajak dan keluarga tinggal dalam jangka waktu yang relatif lama sehingga memenuhi persyaratan degree of permanence;

[2]. Pusat kepentingan (centre of vital interest) yaitu tempat dimana hubungan keluarga dan kepentingan ekonomi berada. Untuk mengukur pusat kepentingan seseorang, dapat dipakai ukuran jumlah harta atau jumlah penghasilan, mana yang lebih besar;

[3]. Kebiasaan berdiam (habitual abode). Pengujian ini berdasarkan �di negara mana� seseorang lebih banyak berada. Ini berbeda dengan metode 183 hari karena lebih banyak di sini bisa jadi kurang dari 183 hari. Contoh: 100 hari tentu lebih banyak daripada 95 hari;

[4]. Status kewarganegaraan (nationality) Wajib Pajak;

[5]. Prosedur kesepakatan (mutual agreement procedure atau MAP) yaitu prosedur kesepakatan antara kedua otoritas pajak dari masing-masing negara.

Nah bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berada di Luar Negeri silakan mengukur sendiri, kira-kira penduduk mana. Penduduk maksudnya penduduk untuk kepentingan perpajakan. Walaupun demikian, pengujian diatas adalah pengujian pada umumnya. Pengujian yang lebih pasti tentu harus mengacu ke tax treaty karena tidak semua tax treaty yang ditandatangani oleh Indonesia mengadopsi pengujian diatas. Di tax treaty masalah �penduduk� biasanya di tempatkan di Pasal 4 tentang Fiscal Residence. Nah cari deh di situh apakah kita masuk penduduk negara A atau penduduk negara B.

Kedudukan treaty lebih tinggi daripada undang-undang. Treaty adalah perjanjian antar negara dan yang dimaksud tax treaty biasanya perjanjian bilateral atau perjanjian antara dua negara. Karena tax treaty mengatur hal-hal yang lebih khusus, maka tax treaty �menganulir� [mengalahkan] ketentuang-ketentuan di undang-undang. Ketentuan khusus mengalahkan ketentuan umum.

Untuk dapat menggunakan tax treaty kita harus menggunakan surat keterangan domisili (SKD) atau Certificate of Residency. Seperti KTP di Indonesia, certificate of residency (COR) merupakan bukti �kependudukan� seseorang untuk kepentingan perpajakan. Karena itu, menurut saya, COR lebih kuat sebagai bukti.


Walaupun begitu, kemungkinan untuk penduduk ganda [dual residence] masih mungkin. Misal si A memiliki COR di Singapura tetapi KPP bilang si A wajib NPWP. Jika sudah begini, sebaiknya serahkan ke pejabat yang berwenang (Competent Authority) dan meminta dilakuan pengujian terakhir yaitu (mutual agreement procedure atau MAP)!

Contoh Surat Keterangan Domisili [diteken oleh pejabat yang berwenang] yang dikeluarkan oleh USA [diambil dari SE-68/PJ/2008]
salaam

Monday, December 15, 2008

Subjek Pajak Dalam Negeri

Ketentuan subjek pajak dalam negeri diatur di Pasal 2 ayat (3) UU PPh 1984. Berikut bunyi lengkapnya :
(3) Subjek pajak dalam negeri adalah :
a. orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia;

b. badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:

1. pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;

2. pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah
Daerah; dan

4. pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara; dan

c. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Selain Pasal 2 ayat (3) diatas, yang berkaitan dengan subjek pajak dalam negeri diatur juga di Pasal 2A ayat (1), ayat (2), ayat (5), dan ayat (6). Pasal 2A UU PPh 1984 mengatur tentang saat dimulai menjadi subjek pajak.
(1) Kewajiban pajak subjektif orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dimulai pada saat orang pribadi tersebut lahir, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

(2) Kewajiban pajak subjektif badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia.

(5) Kewajiban pajak subjektif warisan yang belum terbagi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 2 dimulai pada saat timbulnya warisan yang belum terbagi dan berakhir pada saat warisan tersebut selesai dibagi.

(6) Apabila kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal atau yang berada di Indonesia hanya meliputi sebagian dari tahun pajak, bagian tahun pajak tersebut menggantikan tahun pajak.


Penjelasan :
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia. Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia. Apakah seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia ditimbang menurut keadaan.

Keberadaan orang pribadi di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak kedatangannya di Indonesia.

Pajak Penghasilan merupakan jenis pajak subjektif yang kewajiban pajaknya melekat pada subjek pajak yang bersangkutan, artinya kewajiban pajak tersebut dimaksudkan untuk tidak dilimpahkan kepada subjek pajak lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka memberikan kepastian hukum, penentuan saat mulai dan berakhirnya kewajiban pajak subjektif menjadi penting.

Kewajiban pajak subjektif orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia dimulai pada saat ia lahir di Indonesia. Untuk orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, kewajiban pajak subjektifnya dimulai sejak hari pertama ia berada di Indonesia. Kewajiban pajak subjektif orang pribadi berakhir pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

Pengertian meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya harus dikaitkan dengan hal-hal yang nyata pada saat orang pribadi tersebut meninggalkan Indonesia. Apabila pada saat ia meninggalkan Indonesia terdapat bukti-bukti yang nyata mengenai niatnya untuk meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, maka pada saat itu ia tidak lagi menjadi subjek pajak dalam negeri.

Dapat terjadi orang pribadi menjadi subjek pajak tidak untuk jangka waktu satu tahun pajak penuh, misalnya orang pribadi yang mulai menjadi subjek pajak pada pertengahan tahun pajak, atau yang meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya pada pertengahan tahun pajak. Jangka waktu yang kurang dari satu tahun pajak tersebut dinamakan bagian tahun pajak yang menggantikan tahun pajak.


Catatan :
Perhatikan, baik di batang tubuh maupun di memori penjelasan tidak ada pengaturan kewarganegaraan. Beberapa teman di DJP sekalipun masih memiliki pemahaman bahwa seorang warga negara Indonesia atau WNI akan otomatis menjadi subjek pajak dalam negeri yang memiliki kewajiban menyampaikan SPT Tahunan PPh OP. Mohon digaris bawahi kalimat pertama memori penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf a yang berbunyi, �Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia.� Kalimat ini [persis sama] sudah ada di memori penjelasan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU No. 10 Tahun 1994. Inilah bukti bahwa UU PPh 1984 menganut residence prinsiple atau asas tempat tinggal atau asas domisili!

Persyaratan subjek pajak sebagai subjek pajak dalam negeri terdiri [tidak kumulatif] :
[1.] orang pribadi yang bertempat tinggal atau berniat bertempat tinggal di Indonesia
Seseorang yang tertempat tinggal di Indonesia tidak perlu diragukan lagi bahwa dia memang subjek pajak dalam negeri. Karena di Indonesia berlaku dokumen Kartu Tanda Penduduk [KTP] maka dokumen KTP membuktikan bahwa seseorang tersebut merupakan subjek pajak dalam negeri. Dokumen ini akan menjadi masalah jika kemudian yang bersangkutan tidak �menetap� di Indonesia. Maksud menetap disini adalah keberadaan yang bersangkutan di Indonesia. Kadang di Indonesia, kadang di LN. Bisa jadi orangnya tinggal di Singapur tetapi masih memiliki KTP di Jakarta. Artinya, dokumen KTP hanya formalitas tetapi pada kenyataannya [substansinya] berbeda. Untuk kasus seperti ini, perlu ada test [pengujian] lain selain KTP.

Perhatikan kalimat memori penjelasan berikut, �Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.� Niat adalah sesuatu yang abstrak. Tidak mungkin petugas pajak menanyakan setiap orang yang datang di Bandara Internasional bertanya kepada orang asing, �Apakah Saudara berniat tinggal di Indonesia?� Kemudian si petugas pajak membuat berita acara bahwa orang asing tersebut berniat tinggal di Indonesia dan dijadikan sebagai subjek pajak dalam negeri.

Atau sebaliknya dengan bertanya kepada setiap WNI yang pergi ke Luar Negeri atau berada di Luar Negeri, �Apakah Saudara berniat suatu saat akan tinggal di Indonesia kembali?� Jelas ini pekerjaan tidak perlu. Hal yang sama berlaku bagi orang yang niat meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya [saat berakhirnya subjek pajak dalam negeri]. Perhatikan kalimat di memori penjelasan berikut, �Apabila pada saat ia meninggalkan Indonesia terdapat bukti-bukti yang nyata mengenai niatnya untuk meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya, maka pada saat itu ia tidak lagi menjadi subjek pajak dalam negeri.� Bukti-bukti yang nyata mengenai niat harus diberlakukan baik niat bertempat tinggal atau niat meninggalkan Indonesia. Karena itu, kita mesti hati-hati apa yang dimaksud dengan niat di Pasal 2A UU PPh 1984.

Contoh seseorang berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia menurut saya : Mr. Y penduduk Tokyo dan warga negara Jepang mendapat �kontrak� bekerja di Toyota Indonesia selama dua tahun. Berdasarkan kontrak tersebut, maka Mr. Y akan menjadi subjek pajak dalam negeri sejak hari pertama bertugas di Indonesia. Dalam hal pembelian tempat tinggal di Indonesia oleh orang asing menurut saya tidak bisa dijadikan syarat sebagai subjek pajak dalam negeri. Memang pembelian tempat tinggal bisa diartikan bahkan pembeli akan tinggal di Indonesia. Tetapi sangat mungkin orang Singapura yang membeli rumah atau apartemen di Indonesia hanya sekedar untuk tempat singgah atau untuk disewakan [investasi saja].

[2.] Orang pribadi yang lahir di Indonesia
Ada juga yang berpendapat bahwa setiap orang yang lahir di Indonesia maka otomatis menjadi subjek pajak dalam negeri. Bagi saya memang subjek pajak saya sudah ada sejak saya lahir. Mengapa? Ya logis saja karena sejak lahir sampai sekarang saya berada di Indonesia. Tidak kemana-mana! Menurut saya, aturan tentang �kelahiran� ini harus diterapkan kepada orang-orang yang seperti saya. Orang yang tidak kemana-mana.

[3.] orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
Pengujian 183 hari adalah pengujian yang paling adil. Dan penerapannya harus �reciprocal� atau timbal balik. Maksud saya, jika seseorang berada di Indonesia selama 183 hari atau lebih maka dia manjadi subjek pajak dalam negeri. Tetapi jika seseorang berada di Luar Negeri selama 183 hari atau lebih maka dia menjadi subjek pajak luar negeri.

The �days of physical presence� method atau pengujian metode 183 hari terutama diterapkan bagi karyawan atau pegawai di Luar Negeri. Kenapa saya hubungkan dengan status karyawan atau pegawai? Karena banyak sekali email yang masuk dari tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri yang mempermasalahkan status subjek pajak.

Sebagai patokan, saya kutip acuan pengaturan Pasal 15 tax treaty dari OECD yang sering disebut OECD model. Berikut kutipan Pasal 15 ayat (2) OECD model:
Notwithstanding the provisions of paragraph 1, remuneration derived by a resident of a Contracting State in respect of an employment exercised in the other Contracting State shall be taxable only in the first-mentioned State if:
a. the recipient is present in the other State for a period or periods not exceeding in the aggregate 183 days in any twelve month period commencing or ending in the fiscal year concerned, and
b. the remuneration is paid by, or on behalf of, an employer who is not a resident of the other State, and
c. the remuneration is not borne by permanent establishment which the employer has in the other State.

Contohnya begini : Indonesia memiliki hak pemajakan penuh atas pekerja ekspatriat [orang asing yang bekerja di Indoneisa] jika si pekerja tersebut berada di Indonesia 183 hari atau lebih. Sebaliknya Indonesia tidak memiliki hak pemajakan penuh jika [a] berada di Indonesia kurang dari 183 hari, dan, [b] majikan atau pembayar gaji bukan subjek pajak dalan negeri, dan, [c] gaji bukan biaya BUT di Indonesia. Jika ketiga syarat tersebut dipenuhi maka atas objek gaji tersebut hanya akan dikenakan pajak [shall be taxable only] di Luar Negeri.

Persyaratan ini tentu [seharusnya] berlaku sebaliknya atau timbal balik. Pekerja Indonesia di Luar Negeri hanya akan dikenakan pajak penghasilan di Indonesia atas penghasilan gajinya jika tiga syarat tersebut terpenuhi. Atau, atas gaji yang diterima oleh tenaga kerja Indonesia [TKI] di Luar Negeri hanya akan dikenakan pajak [shall be taxable only] di Indonesia jika [a] berada di Indonesia lebih dari 183 hari, dan, [b] majikan atau pembayar gaji merupakan subjek pajak dalan negeri / Indonesia, dan, [c] gaji bukan biaya BUT di Luar Negeri.

[4.] badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
Untuk subjek pajak berbentuk badan tidak banyak memperdebatkan. Kriterianya pun cuma dua, pertama, semua badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Contoh : perseroan terbatas, firma, CV, ormas, parpol, dan badan hukum lainnya. Kedua, semua badan yang berkedudukan di Indonesia. Berkedudukan bisa diartikan tempat manajemen berada atau place of effective management di Indonesia.

Pemerintah walaupun bisa disebut badan tetapi dikecualikan sebagai subjek. Ini logika saja karena pemerintah adalah pihak yang memungut pajak. Jika pemerintah dijadikan subjek pajak maka pemerintah akan memungut pajak atas dirinya sendiri. Pajak yang merupakan penghasilan pemerintah akan dikenakan pajak lagi. Ini tidak masuk akal. Yang benar adalah pemerintah sebagai �orang� memungut pajak atas penghasilan �orang lain�. Bahkan sebagian ahli moneter menyebutkan bahwa pajak adalah aliran dana dari sektor privat ke sektor publik.

Waktu kuliah, dulu, ada diskusi : apakah Bank Indonesia subjek pajak atau bukan? Jawabannya bukan subjek pajak karena Bank Indonesia bagian dari pemerintah. Dan UU PPh pun nampaknya �selaras� kecuali UU No. 36 tahun 2008 karena di Pasal 4 ayat (1) huruf s menyebutkan bahwa surplus Bank Indonesia sebagai objek PPh. Seorang anggota tim perumus RUU PPh mengatakan pada saat sosialisasi UU PPh baru di Bandung bahwa aturan surplus Bank Indonesia hanya merespon UU Bank Indonesia. Pasal II angka 4 UU No. 3 Tahun 2004 yang menyatakan,"Sepanjang belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur bahwa surplus Bank Indonesia dikenakan pajak penghasilan, maka berdasarkan Undang-undang ini surplus Bank Indonesia tidak dikenakan pajak penghasilan."

salaam

Supaya lebih lengkap, baca juga Subjek Pajak Luar Negeri

Siapa Subjek Pajak?

Diantara postingan yang paling banyak mendapat komentar dan pertanyaan adalah postingan tentang subjek pajak. Ini diluar perkiraan saya sendiri. Pertanyaan melalui email kebanyakan dari para pekerja yang berdomisili di Luar Negeri lebih dari 183 hari.

Memang, seperti disebutkan di Pasal 1, bahwa Pajak Penghasilan itu dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Kemudian pantas jika timbul pertanyaan : siapa subjek pajak itu?

Ketentuan tentang subjek pajak diatur di Pasal 2 UU PPh 1984. Sedangkan Pasal 3 UU PPh 1984 mengatur bukan subjek pajak. Karena agak panjang, kali ini catatan tentang subjek pajak dibagi ke dalam lima bagian yaitu : subjek pajak, subjek pajak dalam negeri, subjek pajak luar negeri, subjek BUT, dan bukan subjek pajak.

Pasal 2 ayat (1), ayat (1a) dan ayat (2) berbunyi :
(1) Yang menjadi subjek pajak adalah:
a.1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak;

b. badan; dan

c. bentuk usaha tetap.

(1a) Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

(2) Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.

Penjelasan :
Orang pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di Indonesia ataupun di luar Indonesia. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan mereka yang berhak yaitu ahli waris. Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.

Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak.

Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.

Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri. Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila telah menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak. Subjek pajak badan dalam negeri menjadi Wajib Pajak sejak saat didirikan, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Subjek pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan sekaligus menjadi Wajib Pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia melalui bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain, Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Wajib Pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luar negeri terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:

a. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia;

b. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;

c. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.

Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannya dipersamakan dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalam negeri sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini dan Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.



Catatan :
Prakteknya, subjek pajak yang banyak dipakai ada dua saja yaitu, orang pribadi dan badan atau WPOP dan WP Badan. Sementara warisan yang belum terbagi ditetapkan sebagai subjek pajak hanya untuk keperluan penagihan pajak. Bukankah warisan benda mati? Sementara subjek pajak adalah subjek hukum yang oleh undang-undang perpajakan diberikan kewajiban. Warisan tentu saja tidak bisa melaksanakan kewajiban perpajakan seperti halnya WPOP. Sedangkan bentuk usaha tetap atau BUT seperti diatur di Pasal 1a diperlakukan seperti WP Badan.

Perhatikan kalimat di bagian penjelasan, �Penunjukan warisan yang belum terbagi sebagai subjek pajak pengganti dimaksudkan agar pengenaan pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat dilaksanakan.� Jika diumpamakan warisan itu seekor ayam, dan telur ayam itu penghasilan maka kantor pajak akan memungut pajak telur ayam. Karena pemilik ayam sudah meninggal, maka siapa yang menjadi subjek pajak? Nah supaya kantor pajak bisa memungut pajak telur ayam itu, ditetapkanlah ayam itu sebagai subjek pajak. Si ayam akan tetap sebagai subjek pajak sampai si ayam jelas �diwariskan�. Kemudian jika sudah diwariskan, maka subjek pajak akan berpindah ke pemilik ayam.

Banyak yang belum paham perbedaan kewajiban subjek pajak dalam negeri dengan subjek pajak luar negeri. Di penjelasan diatas disebutkan perbedaan subjek pajak dalam negeri vs subjek pajak luar negeri. Walaupun bukan merupakan batang tubuh [tidak mengikat] tetapi penjelasan merupakan satu kesatuan. Maksud saya, penjelasan tidak mungkin bertentangan dengan batang tubuh UU.

salaam

Pajak Penghasilan (PPh)

Pasal 1 UU PPh 1984 :
Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.

Penjelasan :
Undang-Undang ini mengatur pengenaan Pajak Penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan, dalam Undang-Undang ini disebut Wajib Pajak. Wajib Pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.

Yang dimaksud dengan �tahun pajak� dalam Undang-Undang ini adalah tahun kalender, tetapi Wajib Pajak dapat menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender, sepanjang tahun buku tersebut meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.


Catatan :
Batang tubuh Pasal 1 ini tidak berubah tetapi untuk penjelasannya mengalami perubahan. Substansinya, saya pikir, tidak ada perubahan kecuali redaksional. Pajak Penghasilan [disingkat PPh] seperti namanya merupakan pajak atas penghasilan. Pengertian penghasilan itu sendiri diatur di Pasal 4 UU PPh 1984. Oh ya, saya lebih suka dengan penyebutan UU PPh 1984 karena itu adalah penyebutan resmi sesuai dengan Pasal 36 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1983. Dan Pasal 36 ini sampai sekarang tidak pernah dirubah atau dicabut.

Penghasilan siapa? Penghasilan yang diterima oleh setiap subjek pajak. Itulah kenapa dalam UU PPh 1984 pengaturan subjek pajak lebih lengkap daripada undang-undang perpajakan lain, misalnya UU PPN dan UU PBB. Bahkan banyak para ahli menyebut PPh sebagai pajak subjektif sedangkan PBB dan pajak lainnya pajak objektif.
Ada subjek pajak dan ada wajib pajak. Istilah wajib pajak [disingkat WP] adalah subjek pajak yang menerima penghasilan. Setiap subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dari NKRI maka disebut wajib pajak. JIka subjek pajak tersebut merupakan subjek pajak luar negeri maka disebut Wajib Pajak Luar Negeri [disingkat WPLN]. Dan jika subjek pajak yang menerima penghasilan merupakan subjek pajak dalam negeri maka disebut Wajib Pajak Dalam Negeri [WPDN].

Sebenarnya, saat terutang PPh berada pada akhir tahun. Dan PPh dihitung atas penghasilan yang diterima selama satu tahun. Penghitungan PPh dituangkan dalam SPT Tahunan. WPDN wajib membuat dan melaporkan SPT Tahunan. Disebut SPT Tahunan karena dibuat setahun sekali untuk melaporkan kewajiban perpajakan selama setahun tertentu. Sedangkan WPLN tidak memiliki kewajiban membuat SPT Tahunan.

salaam

Friday, December 5, 2008

Motivasi

untuk menjadi yang terbaik. tidak harus menjadi yang terkuat, yang terhebat, yang terpandai. namun cukup hanya dengan belajar dari pengalaman (history) maka kamu akan menjadi yang terbaik.