Monday, March 6, 2017

Petunjuk Pelaporan Harta Dan Penghasilan Di SPT Tahunan Tahun Pajak 2016

Banyak yang masih bingung pelaporan SPT Tahunan untuk tahun pajak 2016. Khususnya pelaporan harta. Hal ini terkait dengan harta yang dilaporkan dalam SPH (Surat Pernyataan Harta Untuk Pengampunan Pajak) atau harta yang diamnestikan. Apakah dilaporkan di SPT Tahunan atau dilapor terpisah. Ditambah lagi ada kewajiban dari peserta amnesti pajak untuk melaporkan harta yang dilaporkan secara terpisah, seperti Laporan Penempatan Harta Tambahan Yang Berada di Wilayah NKRI atau Laporan Pengalihan dan Realisasi Investasi Harta Tambahan. Kedua laporan tersebut terpisah dari SPT Tahunan. 




Direktur Peraturan Perpajakan II telah membuat penegasan melalui S-150/PJ.03/2017 bahwa harta yang dilaporkan atau harta yang diamnestikan diperlakukan sebagai perolehan harta baru atau perolehan utang baru sesuai tanggal Surat Keterangan.

Bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, ada dua catatan penting terkait "harta baru" tersebut, yaitu:

  • nilai harta bersih dicatat sebagai tambahan atas saldo laba ditahan;
  • harta baru tersebut tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan.
Bagaimana pelaporan "harta baru" tersebut di SPT Tahunan Orang Pribadi? 
Berikut petunjuk pelaporan harta yang diamnestikan (dilaporkan di B1, C1, atau D1 form SPH) di SPT Tahunan 2016 :
  • Harta repatriasi yang dilaporkan di C1 dilaporkan di SPT 2016 setelah pengalihan sesuai peraturan yang berlaku;
  • Tahun perolehan sesuai dengan tahun Surat Keterangan Pengampunan Pajak diterbitkan;
  • Harta kas dan setara kas (ada nilai nominalnya) maka dicatat sesuai nilai nominal pada 31 Desember 2016;
  • Harta kas dan setara kas yang bernilai selain rupiah, maka harus di-kurs-kan sesuai kurs pada tanggal 31 Desember;
  • Harta selain kas, dilaporkan sesuai dengan nilai wajar yang dilaporkan di form B1, C1, dan D1 SPH dan harus dalam satuan mata uang rupiah.
  • Kolom keterangan di SPT diisi dengan lokasi harta dan nomor dokumen sesuai SPH. 
raden agus suparman : matrik pelaporan Harta Tambahan SPH pada SPT Tahunan Tahun Pajak 2016

Sedangkan pelaporan utang yang dilaporkan di B2, C2, dan D2 SPH dilaporkan sebagai tahun peminjaman sesuai tahun diterbitkan Surat Keterangan. Nilai utang sesuai dengan nilai utang sebenarnya pada tanggal 31 Desember termasuk utang bunga.

Bagaimana pelaporan penghasilan luar negeri di SPT Tahunan?

Penghasilan dari harta yang berada di dalam negeri dilaporkan dan dikenai PPh sesuai dengan jenis penghasilan. Bisa dikenai PPh final atau bisa juga dikenai tarif umum Pasal 17 UU PPh. 

Contoh penjualan tanah tentu dikenai PPh final. Jika penjualan tanah tersebut pada bulan Desember 2016 dikenai tarif 2,5% dari harga jual. Tetapi jika penghasilan dari usaha atau royalti maka dikenai tarif umum.

Penghasilan dari harta yang berada di luar negeri dilaporkan pada kolom Penghasilan Neto Luar Negeri pada formulir "Induk SPT Tahunan". Karena yang dilaporkan penghasilan neto, maka perincian penghasilan dan biaya (jika ada) harus dibuatkan lampiran tersendiri. Lampiran juga harus memuat pajak yang sudah dibayar di luar negeri atas penghasilan tersebut.

Jika ada pajak yang sudah dibayar di luar negeri dan dilaporkan di lampiran SPT Tahunan, maka fiskus memandang bahwa lampiran tersebut sebagai permohonan PPh Pasal 24. Karena itu, lampiran ini harus merinci :

  1. nama dan alamat sumber atau pemberi penghasilan di Luar Negeri;
  2. jenis penghasilan, seperti : dividen, bunga, royalti, sewa harta;
  3. penghasilan neto dalam satuan mata uang rupiah;
  4. pajak yang dibayar, atau dipotong di luar negeri;
  5. penghitungan kredit pajak luar negeri sesuai dengan PMK-164/2002.
Surat Direktur Peraturan Perpajakan II nomor S-150/PJ.03/2017 secara tidak langsung mengatur bahwa semua penghasilan luar negeri dikenai PPh umum. Walaupun di Indonesia atas jenis penghasilan tersebut dikenai PPh Final.

Disini diharuskan melaporkan semua penghasilan dari luar negeri di Induk SPT Tahunan. Secara matematis, pelaporan yang di bagian Induk SPT Tahunan merupakan penghasilan yang dikenai tarif Pasal 17 UU PPh.

Contoh : penghasilan dari sewa rumah yang berada di NKRI maka dilaporkan di bagian penghasilan final. Jika menggunakan form 1770S maka ada di form 1770S-II bagian A. Sedangkan jika penghasilan dari sewa rumah yang berada di Luar Negeri maka dilaporkan di Induk form 1770S


Semua Penghasilan Luar Negeri dilaporkan di bagian Induk SPT Tahunan
Karena dilaporkan di Induk, maka atas sewa rumah yang berada di Luar Negeri akan dikenai tarif Pasal 17 UU PPh. Sedangkan pajak yang sudah dibayar di Luar Negeri dapat diperhitungkan sebagai kredit pajak PPh Pasal 24. 

Secara matematis, atas penghasilan sewa rumah yang berada di Luar Negeri akan dikenai PPh di Indonesia jika tarif Pasal 17 UU PPh lebih besar dibandingkan dengan tarif pajak luar negeri. Dan yang dibayarkan di Indonesia adalah selisih lebih besar tersebut. Sehingga tidak ada pajak ganda (double taxation).




Thursday, March 2, 2017

Bentuk Usaha Tetap Bagi Perusahaan Yang Menyediakan Layanan OTT

Direktur Jenderal Pajak sudah memberikan petunjuk pelaksanaan bagi petugas pajak tentang penentuan Bentuk Usaha Tetap (BUT) bagi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan aplikasi dan/atau layanan konten melalui internet melalui Surat Edaran nomor SE-04/PJ/2017. Menurut saya, surat edaran ini penafsiran resmi Direktorat Jenderal Pajak tentang BUT bagi perusahaan yang menyediakan layanan Over-The-Top (OTT).


Layanan Over-The-Top (OTT) meliputi : 

  • layanan aplikasimelalui Internet dan/atau 
  • layanan konten melalui Internet.


SE-04/PJ/2017 menjelaskan lebih lanjut bahwa layanan aplikasi melalui internet adalah penggunaan perangkat lunak yang memungkinkan terjadinya layanan komunikasi dalam bentuk pesan singkat, panggilan suara, panggilan video, surat elektronik, dan percakapan daring (chatting/instant messaging), serta layanan transaksi finansial, transaksi komersial, penyimpanan dan pengambilan data, mesin pencari, permainan (game), jejaring dan media sosial, termasuk turunannya dengan memanfaatkan jasa akses internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi.

Sedangkan yang dimaksuk layanan konten melalui internet adalah penyediaan informasi digital yang dapat berbentuk tulisan, suara, gambar, animasi, musik, video, film, permainan (game) atau kombinasi dari sebagian dan/atau semuanya, termasuk dalam bentuk yang dialirkan (streaming) atau diunduh (download) dengan memanfaatkan jasa akses internet melalui penyelenggara jaringan telekomunikasi.

BUT adalah kendaraan atau alat. Subjek Pajak Luar Negeri tidak akan menerima penghasilan dari Indonesia kecuali melalui kendaraan atau alat. Hanya saja ada batasan kendaraan atau alat yang dapat dikenai Undang-Undang Pajak Penghasilan.

Ketentuan domestik Indonesia, Undang-Undang Pajak Penghasilan menyebut :
BUT adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Untuk memahami maksud SE-04/PJ/2017 saya membagi BUT terkait OTT menjadi tiga tipe BUT, yaitu :

  • tempat
  • jasa,
  • agen

Agen elektronik  tempat tetap (fixed place) adalah peralatan yang di dalamnya terdapat program komputer yang dapat melakukan tindakan atau respon atas input secara otomatis.

BUT berupa tempat tetap dapat juga mencakup tempat lain sepanjang memenuhi ketentuan sebagai BUT dengan syarat tempat lain tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dari SPLN.

BUT Jasa berupa pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan (BUT Jasa) yang tidak mensyaratkan adanya termpat usaha yang bersifat permanen.

BUT agen orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas(BUT Agen) dan tidak mensyaratkan adanya termpat usaha yang bersifat permanen.

Penentuan keberadaan suatu BUT di Indonesia dilakukan dengan memperhatikan bahwa usaha atau kegiatan yang dilakukan Subjek Pajak Luar Negeri tersebut tidak bersifat persiapan (preparatory) atau penunjang (auxiliary).

Dengan demikian, BUT bagi Subjek Pajak Luar Negeri (SPLN) yang menyediakan layanan OTT dapat berupa:
  • tempat tetap yang dimiliki, disewa, atau dikuasai oleh SPLN atau pihak lain yang berada di Indonesia, seperti tempat kedudukan manajemen, cabang perusahaan, kantor perwakilan, gedung kantor, bengkel atau workshop, gudang, ruang untuk promosi dan penjualan, komputer, server, pusat data, agen elektronik dan peralatan otomatis lainnya, yang digunakan oleh SPLN yang menyediakan Layanan OTT untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia; atau
  • keberadaan pegawai SPLN atau pihak lain yang bertindak untuk atau atas nama SPLN yang menyediakan Layanan OTT untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
Nah itulah BUT layanan OTT menurut otoritas pajak Indonesia. Penegasan ini penting karena dalam hal terdapat BUT di Indonesia,  :

  1. perlakuan Pajak Penghasilan terhadap BUT tersebut dipersamakan dengan Subjek Pajak badan dalam negeri.
  2. Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (1 ), ayat (2), dan ayat (2a) Undang-Undang PPh dapat dilakukan tanpa memperhatikan keberadaan BUT SPLN di Indonesia.