Wednesday, November 28, 2007

Reformasi Birokrasi Dapat Pujian Negara G-20

Reformasi ekonomi dan birokrasi yang dilakukan Pemerintah Indonesia dianggap berada pada jalur yang benar untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Pengakuan ini datang dari pertemuan menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara G20 di Cape Town, Afrika Selatan 17-18 November 2007.

Kepala Biro Humas Departemen Keuangan Samsuar Said mengatakan, dalam sesi Implementing The G-20 Accord for Sustained Growth, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati didaulat sebagai pembicara utama. Menkeu menyampaikan kondisi ekonomi terkini dan pengalaman Indonesia dalam melakukan reformasi ekonomi yang didasarkan pada upaya pembenahan struktural dalam birokrasi, khususnya di Depkeu. "Dengan pertimbangan bahwa Indonesia merupakan contoh negara yang dianggap berada pada jalur yang benar," katanya dalam keterangan pers seputar kunjungan Menkeu Sri Mulyani dan Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah pada pertemuan itu di Jakarta kemarin.

Dalam forum itu, Menkeu menyampaikan bahwa kondisi positif dalam ruang fiskal APBN Indonesia perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mempercepat laju reformasi birokrasi. Dengan demikian, hal itu dapat menunjang bagi terciptanya sistem birokrasi yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi secara maksimal.

Sri Mulyani juga menginformasikan kondisi resiliensi keuangan Indonesia tetap terpelihara karena kecilnya eksposur sistem keuangan domestik terhadap krisis kredit perumahan di Amerika Serikat. Demikian pula dampak kenaikan harga minyak dunia terhadap APBN relatif netral karena lonjakan pengeluaran pemerintah untuk subsidi bahan bakar diimbangi oleh peningkatan penerimaan dari sektor energi alternatif seperti gas.

Presiden Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) M Fadhil Hasan mengatakan, reformasi birokrasi yang ditempuh pemerintah belum bisa dikatakan memiliki arah yang tepat. Menurutnya, reformasi birokrasi baru dilaksanakan sehingga dampaknya sulit terukur. "Terlalu dini mengatakan demikian, kan anggarannya juga baru setujui. Apalagi, reformasi birokrasi ini hanya di Depkeu, belum menyeluruh," katanya. Dia menambahkan, reformasi birokrasi di Depkeu baru menyentuh level perbaikan kesejahteraan pegawai. Padahal, reformasi tersebut harus menjamin adanya efisiensi kinerja birokrasi sehingga arahnya adalah rasionalisasi pegawai.

Reformasi birokrasi di Depkeu dimulai sejak tahun 2005 lalu. Tujuannya untuk mempermudah pelayanan publik serta memperbaiki akuntabilitas dan transparasi kinerja aparat birokrasi.

Contoh konkret perubahan itu antara lain memperpendek waktu penyelesaian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) di Ditjen Pajak dari tiga hari menjadi sehari, dan penyelesaian restitusimenjadi 12 bulan. Pada Ditjen Bea dan Cukai, sebanyak 1.200 pegawai yang bertugas di Pelabuhan Tanjung Priok dipindah dan menggantikannya dengan 800 pegawai baru. Termasuk, mempercepat pengurusan pabean jalur prioritas dari 16 jam menjadi 20 menit. Di bidang penataan organisasi, berupa pembentukan beberapa Kantor Pelayanan Modern di Ditjen Pajak (tiga Kantor Pelayanan Wajib Pajak Besar, 28 Kantor Pelayanan Pajak Madya, dan 171 Kantor Pelayanan Pajak Pratama). Ditjen Bea dan Cukai dua Kantor Pelayanan Utama (KPU).

Sumber : Harian Seputar Indonesia
Dikutip dari : http://10.10.254.215/web/

PPN Pasal 16D

Pada kesempatan ini saya ingin menanyakan hal mengenai PPN atas penyerahan aktiva oleh PKP yg menurut tujuan semula tidak untuk diperjual belikan yg disebut kan dlm pasal UU PPN & PPN BM 18 TAHUN 2000 pasal 16 D. Kebetulan saya sebagai PKP ingin menjual mobil kepada seorang yg buka PKP, apakah saya harus membuat faktur pajak sederhana...?
Karena saya tidak mengetahui apakah PPN yg dibayar pada saat perolehan aktiva (mobil) tsb dapat dikreditkan atau tidak, mengingat data nya uda gak ada, uda dibeli 15 tahun yang lalu. Bagaimana supaya amannya...?Apakah dibuat faktur pajak sederhana atau tidak ? Dan apakah pada saat pelaporan SPT tahunan PPH OP, hasil penjualan harus diperinci...? maksudnya dipisahkan hasil dari penjualan brg dagangan dgn penjualan mobil tsb...?
Mohon pencerahannya...Terimakasih.

Salam,

Tji Beng

Jawaban Saya:
Pasal 16D UU PPN 1984 berbunyi, "Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan."

Pasal 16D ini pengenaan PPN atas aktiva yang digunakan oleh perusahaan. Pada umumnya, aktiva yang kita gunakan untuk operasional perusahaan terdapat PPN-nya. Nah, pada saat kita beli, PPN yang telah kita beli tersebut bisa kita kreditkan atau biayakan. Jika dikreditkan disebut pajak masukan. Dikreditkan atau tidak bukan semata-mata karena tidak boleh dikreditkan. Bisa saja, menurut peraturan suatu pajak masukan dapat dikreditkan tetapi tidak kita kreditkan malah kita biayakan saja.

Walaupun tidak dikreditkan, tetapi karena menurut peraturan perpajakan pajak masukan tersebut boleh atau "dapat" dikreditkan, maka pada saat aktiva tersebut dijual kembali, akan terutang PPN Pasal 16D! Karena itu, saya biasa membacanya seperti ini : "semua penjualan aktiva perusahaan objek PPN kecuali pajak masukannya tidak dapat dikreditkan".

Pajak masukan yang tidak dapat dikreditkan diatur di Pasal 9 ayat 8 UU PPN 1984, yaitu :
Pajak Masukan tidak dapat dikreditkan menurut cara sebagaimana diatur dalam ayat (2) bagi pengeluaran untuk :
a. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
b. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidakmempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha;
c. perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor sedan, jeep, stationwagon, van, dan kombi kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan;
d. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
e. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutannya berupa Faktur Pajak Sederhana;
f. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5);
g. pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6);
h. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan ketetapan pajak;
i. perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya tidak dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, yang diketemukan pada waktu dilakukan pemeriksaan.


Berkaitan dengan pertanyaan diatas, maka jika kendaraan bekas aktiva yang djual berupa sedan, jeep, stationwagon, van, dan kombi maka bisa dipastikan bukan objek PPN karena untuk kendaraan jenis tersebut pada saat perolehannya, pajak masukannya, tidak dapat dikreditkan.

Jika objek PPN maka WP harus membuat faktur pajak atas penjualan aktiva tersebut. Dasar pengenaan pajaknya sebesar harga jual. Pasal 16D termasuk jenis transaksi penyerahan dalam negeri dengan faktur pajak dan dilaporkan di SPT PPN form 1107A romawi II.

Penjualan aktiva biasanya merupakan penghasilan lain-lain. Karena itu, pelaporan di SPT Tahunan PPh, penjualan aktiva pasti bukan pos peredaran usaha, karena pos ini untuk kegiatan usaha pokok (kalau di akuntansi sering dimasukkan ke pos sales). Cara pelaporan penjualan aktiva gampang ko : hasil penjualan dilaporkan sebagai penghasilan lain-lain, dan jika masih ada nilai buku, maka nilai buku tersebut disusutkan sekaligus.

Tapi untuk kendaraan yang sudah 15 tahun seperti pertanyaan diatas, saya yakin nilai bukunya sudah nihil he .. he ..

cag!