Thursday, April 27, 2017

Pemeriksaan Lapangan Dengan Rasa Pemeriksaan Kantor

Direktur Jenderal Pajak mengubah tata cara pemeriksaan lapangan. Sebelumnya, pemeriksaan lapangan dimulai dengan menyampaikan surat pemberitahuan langsung ke Wajib Pajak, dan atas pertemuan tersebut wajib dibuatkan berita acara. Sedangkan pemeriksaan kantor dengan menyampaikan surat penggilan melalui pos, faksimili, atau bukti pengiriman surat. Sekarang ini, mulai April 2017 pemeriksaan lapangan pun dimulai dengan surat panggilan. Hal ini tercantum dalam PER-07/PJ/2017.

Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-07/PJ/2017 mengatur bahwa surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan disampaikan melalui faksimili, pos, dan jasa pengiriman surat lain dengan bukti pengiriman. Bersamaan dengan surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan, dikirim surat panggilan. 

Setelah dikirim, pemeriksa juga akan konfirmasi kepada wajib pajak untuk memastikan bahwa surat penggilan dan surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan diterima dengan baik. Dengan diterimanya surat pemberitahuan pemeriksaan lapangan, maka tertutup kesempatan wajib pajak untuk melakukan pembetulan SPT pada tahun pajak yang diperiksa.

Wajib pajak diminta datang ke kantor pajak. Surat Edaran nomor SE-10/PJ/2017 memberikan arahan bahwa kantor pajak yang dimaksud tidak harus kantor pajak dimana pemeriksa pajak berkantor. Bisa saja kantor pajak di Jakarta dan lokasi wajib pajak di Medan, maka wajib pajak diminta datang ke salah satu kantor pajak yang dekat dengan lokasi wajib pajak.

Contoh lainnya : Wajib Pajak terdaftar di KPP Besar Satu (Jakarta), tetapi kedudukan wajib pajak berada di Soroako, Sulawesi Selatan. Pemanggilan dan pertemuan dengan wajib pajak dapat dilakukan di kantor pajak terdekat dengan wajib pajak, seperti di KP2KP Mailili.

Surat panggilan sekurang-kurangnya harus memuat:
  • waktu,
  • tempat,
  • maksud pertemuan,
  • daftar dokumen yang harus dibawa oleh wajib pajak.
Pada waktu dan tempat yang sudah ditentukan, dan wajib pajak hadir maka pemeriksa pajak :
  • memperlihatkan tanda pengenal dan SP2;
  • menjelaskan alasan dan tujuan pemeriksaan;
  • menandatangani pakta integritas antara pemeriksa pajak dan wajib pajak;
  • meminta keterangan kepada wajib pajak dan membuat berita acara atas permintaan keterangan tersebut.

untuk lebih jelasnya, silakan tonton film berikut :



Film ini dibuat oleh Direktorat Jenderal Pajak untuk memberikan gambaran prosedur baru pemeriksaan sebagaimana diatur di Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-07/PJ/2017. Aktor dalam film ini direktur penegakan hukum sebagai supervisor, direktur pemeriksaan dan penagihan sebagai ketua tim, dan direktur intelijen sebagai anggota tim. Sedangkan direktur jenderal pajak berperan sebagai wajib pajak. Mantab dah....


Direktorat Jenderal Pajak Semakin Aktif Menagih Pajak Terutang

Direktur Jenderal Pajak telah mengeluarkan Surat Edaran No. SE-18/PJ/2016. Edaran ini merupakan pedoman bagi petugas pajak untuk mengingatkan Wajib Pajak agar membayar pajak tepat waktu. Istilah resminya outbound calling dalam rangka billing support. Petugas dengan media telepon menghubungi Wajib Pajak yang memiliki hutang pajak, kemudian mengingatkan dan memastikan kapan akan bayar pajak teruang.

 
Orang yang dihubungi bisa Wajib Pajak langsung, dan dalam hal Wajib Pajak badan bisa pengurus Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. Dalam hal dapat dihubungi, maka petugas :
  1. menanyakan kebenaran profil Wajib Pajak atau Penanggung Pajak untuk pemutakhiran data;
  2. menginformasikan utang pajak yang dimiliki;
  3. menanyakan apakah Wajib Pajak sudah menerima produk hukum berupa SKPKB, SKPKBT, atau STP;
  4. menanyakan status pelunasan utang pajak; 
  5. menanyakan apakah ada upaya hukum;
  6. menanyakan komitmen pelunasan;
  7. menginformasikan adanya sanksi administrasi apabila sudah melewati jatuh tempo pembayaran;
  8. menginformasikan adanya fasilitas pelunasan utang pajak berupa penundaan atau angsuran.
 Walaupun sudah ada petugas outbond calling tetapi tidak menggantikan petugas di Seksi Penagihan masing-masing KPP. Ada petugas juru sita negara yang selalu aktif mendatangi Wajib Pajak dan melaksanakan penegakkan hukum.

Hanya juru sita yang memiliki kewenangan "merampas" harta wajib pajak. Begitu juga dengan pemblokiran rekening koran, masih tetap dimiliki oleh petugas juru sita.

Wednesday, April 26, 2017

Seminar Perpajakan atas Pelayaran dan Penerbangan

Pada umumnya, peraturan pajak atas pelayaran dan penerbangan cukup sederhana. Akan tetapi, perkembangan dari jenis transaksi dalam pelayaran dan penerbangan telah membuat isu pajak ini menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Sifat khusus dari kegiatan pelayaran dan penerbangan juga tercermin oleh adanya fakta bahwa di dalam sebagian besar Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), perlakuan pajak atas  pelayaran dan penerbangan dibahas secara terpisah dalam sebuah pasal khusus.

Seminar ini ditujukan untuk para pengusaha serta perusahaan-perusahaan pelayaran dan penerbangan dan juga para profesional pajak yang ingin mendapatkan pengetahuan mendalam mengenai pajak atas kegiatan pelayaran dan penerbangan. Dalam seminar ini, para peserta tidak hanya akan mendapatkan konsep secara keseluruhan, tapi juga praktek-praktek dan kasus-kasus tentang pajak atas kegiatan pelayaran dan penerbangan.


Topik yang dibahas:
  • Gambaran umum: jenis penghasilan dari kegiatan pelayaran dan penerbangan;
  • Aspek pajak penghasilan perusahaan dari pelayaran dan penerbangan;
  • Aspek pemotongan pajak atas penghasilan dari kegiatan pelayaran dan penerbangan;
  • Persyaratan Bentuk Usaha Tetap dalam menentukan pajak atas kegiatan pelayaran dan penerbangan;
  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas kegiatan pelayaran dan penerbangan;
  • Pajak internasional atas penghasilan dari kegiatan pelayaran dan penerbangan.

Informasi lebih lanjut:
Eny Marliana
Mobile: +628158980228

Ana Lailatul

Keunggulan DDTC Academy :
  1. Kurikulum up-to-date;
  2. Pengajar profesional yang kompeten dan berpengalaman;
  3. Pengajaran dengan pendekatan komparatif dan multidisiplin ilmu;
  4. Metode pendidikan berdasarkan penelitian pajak, didukung oleh hasil interpretasi dan penerapan undang-undang pajak serta kasus hukum dari Indonesia dan negara-negara lain.
 
 

Monday, April 24, 2017

Pasca Amnesti Pajak : Administrasi Perpajakan Terbagi Dua

Pengampunan pajak adalah penghapusan pajak yang seharusnya terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi di bidang perpajakan, dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagai mana diatau dalam Undang-Undang ini (Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Pengampunan Pajak). Berdasarkan ketentuan tersebut, administrasi perpajakan pasca amnesti pajak memberikan pemisah yang tegas antara Wajib Pajak yang ikut amnesti dan Wajib Pajak yang tidak ikut amnesi.
 Bagi Wajib Pajak yang ikut amnesti maka kewajiban perpajakan 2015 ke belakang sudah final dan tidak bisa dilakukan apa-apa. Hak negara sudah dilepaskan dan kewajiban Wajib Pajak sudah ditiadakan. Konsekuesinya, Wajib Pajak yang ikut amnesti tidak perlu dilakukan pengawasan, dan tidak boleh dilakukan pemeriksaan. Direktorat Jenderal Pajak seperti melupakan tahun pajak 2015 ke belakang.

Pengawasan terhadap Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak hanya bisa dilakukan untuk tahun pajak 2016 sampai dengan sekarang. Seandainya Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak masih mendapatkan surat himbauan dari kantor pajak untuk permasalah tahun pajak 2015, 2014 dan seterusnya, maka surat tersebut boleh dianggap tidak ada.

Sebaliknya, bagi wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak, maka tidak ada batasan tahun pajak kecuali yang diatur dalam Undang-Undang KUP, yaitu daluwarsa ketetapan pajak.

Walaupun demikian, tidak berarti bahwa Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak dilupakan sama sekali. Berikut ini pengawasan yang masih dapat dilakukan oleh kantor pajak terhadap Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak:
  1. Penelitian terhadap penggunaan tarif amnesti pajak. Misal, seharusnya tidak berhak mendapatkan tarif UKM 0,5% tetapi Wajib Pajak tersebut menggunakan. Seharusnya masalah ini selesai jika sudah mendapatkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak;
  2. Penelitian kebenaran harta yang diungkap. Jika masih ada harta yang belum diungkap atau seharusnya diungkap atau kurang diungkap dalam Amnesti Pajak maka terhadap harta tersebut dapat dianggap sebagai penghasilan tambahan pada saat ditemukan oleh kantor pajak. Hal ini diatur di Pasal 18 ayat (1) UU Pengampunan Pajak.
  3. Harta yang gagal direpatriasi merupakan penghasilan penghasilan tahun pajak 2016 (bukan saat ditemukan). Hal ini diatur di Pasal 14 ayat (4) UU Pengampunan Pajak.
  4. Pengawasan kompensasi kelebihan pajak PPN dari masa pajak Desember 2015 ke masa pajak Januari 2016. Pasal 35 Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016 mengatur bahwa Wajib Pajak yang ikut amnesti pajak tidak berhak mengkompensasi kelebihan pembayaran PPN. Ketentuan ini berlaku baik untuk pusat maupun cabang.
  5. Kompensasi kerugian tahun 2015 ke belakang juga tidak boleh diakui. Hal ini diatur di Pasal 35 Peraturan Menteri Keuangan nomor 118/PMK.03/2016.
  6. Pengawasan penyusutan dan amortisasi tahun pajak 2016 dan seterusnya. Wajib Pajak yang mengikuti amnesti pajak tidak boleh menyusutkan harta tambahan. Misal harta tambahan yang diamnestikan berupa gedung, maka atas gedung tersebut tidak boleh ada penyusutan.
  7. Wajib Pajak yang memiliki perusahaan cangkang atau SPV (special purpose vehicle) dan memiliki harta melalui SPV tersebut, pada saat amnesti pajak dapat mengakui secara langsung atas kepemilikan tersebut atau SPV menjadi badan hukum Indonesia. Nah, jika memilih opsi kedua, maka setelah amnesti harus ada pendirian badan hukum Indonesia (seperti PT) kemudian seluruh ekuitas SPV menjadi saham di PT yang baru.    
Wah, banyak ya? Tentu lebih banyak lagi pengawasan terhadap wajib pajak yang tidak mengikuti amnesti pajak.  

Tahun 2017 ini, petugas pajak memiliki satu tahapan baru sebelum melakukan pengawasan, sebelum petugas menyampaikan surat himbauan atau (SP2DK) kepada wajib pajak, yaitu memastikan bahwa wajib pajak tidak mengikuti amnesti pajak.

Jika Wajib Pajak sudah dipastikan tidak mengikuti amnesti pajak, maka dapat dilakukan pengawasan dan dikirim SP2DK untuk tahun 2015 sampai dengan 2012. Permasalahan yang dapat dibuatkan SP2DK diantaranya:
  • belum menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21, SPT Masa PPN atau SPT Tahunan;
  • belum menyetor PPh Pasal 25 atau setoran PPh PP46;
  • pajak yang dibayar kurang dibandingkan dengan yang dilaporkan dalam SPT;
  • tidak melaporkan faktur pajak yang sudah diterbitkan atau sudah dikreditkan oleh lawan transaksi;
  • ada penghasilan yang belum dlaporkan berdasarkan bukti potong PPh dari lawan transaksi;
  • ada potensi pajak berdasarkan analisis laporan keuangan yang disampaikan.


Thursday, April 20, 2017

Inilah Informasi Yang Akan Dipertukarkan Oleh Otoritas Pajak Dunia

Dunia semakin transparan. Saat ini otoritas perpajakan global sedang bersiap-siap menyambut era baru, yaitu era saling bertukar informasi diantara otoritas perpajakan. Walaupun saat ini Indonesia tidak memungkinkan bertukar informasi dikarenakan Undang-Undang Perbankan masih menutup diri, tetapi sebentar lagi segera diterbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang dibuat khusus untuk mencabut rahasia perbankan dan memberikan kewenangan kepada otoritas perpajakan Indonesia untuk mengakses informasi perbankan.

Menurut Kontan, Selasa, 18 April 2017, draft Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang akan mengatur mengenai keterbukaan data keuangan untuk keperluan perpajakan masih menunggu teken dari Presiden. Mungkin bulan depan sudah terbit Perppu yang dimaksud.

Bagaimana isi Perppu keterbukaan data keuangan? Saat ini saya sendiri masih mengira-ngira bahwa intinya otoritas pajak di Indonesia yaitu Direktorat Jenderal Pajak dapat mengakses informasi perbankan. Tapi bisa jadi tidak semua informasi perbankan dapat diakses.

Menurut Standard for Automatic Exchange of Financial Account Information in Tax Matters yang diterbitkan oleh OECD  bahwa otoritas pajak masing-masing negara akan saling mempertukarkan informasi :
  1. the name, address, TIN(s) and date and place of birth (in the case of an individual) of each Reportable Person that is an Account Holder of the account and, in the case of any Entity that is an Account Holder and that, after application of due diligence procedures consistent with the Common Reporting Standard, is identified as having one or more Controlling Persons that is a Reportable Person, the name, address, and TIN(s) of the Entity and the name, address, TIN(s) and date and place of birth of each Reportable Person;
  2. the account number (or functional equivalent in the absence of an account number);
  3. the name and identifying number (if any) of the Reporting Financial Institution;
  4.  the account balance or value (including, in the case of a Cash Value Insurance Contract or Annuity Contract, the Cash Value or surrender value) as of the end of the relevant calendar year or other appropriate reporting period or, if the account was closed during such year or period, the closure of the account; 
  5. in the case of any Custodial Account: 1) the total gross amount of interest, the total gross amount of dividends, and the total gross amount of other income generated
    with respect to the assets held in the account, in each case paid or credited to the account (or with respect to the account) during the calendar year or other appropriate reporting period; and (2) the total gross proceeds from the sale or redemption of  financial Assets paid or credited to the account during the calendar year or other appropriate reporting period with respect to which the Reporting Financial Institution acted as a custodian, broker, nominee, or otherwise as an agent for the Account Holder; 
  6. in the case of any Depository Account, the total gross amount of interest paid or credited to the account during the calendar year or other appropriate reporting period; and 
  7. in the case of any account not described in subparagraph 2(e) or (f), the total gross amount paid or credited to the Account Holder with respect to the account during the calendar year or other appropriate reporting period with respect to which the Reporting Financial Institution is the obligor or debtor, including the aggregate amount of any redemption payments made to the Account Holder during the calendar year or other appropriate reporting period. 
Hem... banyak juga ya? Ternyata bukan hanya akun perbankan yang harus dipertukarkan antar otoritas pajak, tetapi juga lembaga keuangan lainnya seperti Dana Pensiun dan Asuransi.

Tuesday, April 18, 2017

Reformasi Perpajakan Yang Tidak Pernah Padam

Reformasi perpajakan atau lebih sering disebut modernisasi di Direktorat Jenderal Pajak terus-menerus dilakukan sejak tahun 2002. Tujuan modernisasi adalah menjadikan otoritas pajak di Indonesia sesuai dengan best practice Internasional. Sehingga acuannya adalah model otoritas pajak yang terbaru yang oleh para ahli perpajakan diakui sebagai yang terbaik.

Sejak Sri Mulyani memimpin Kementrian Keuangan, telah dibentuk Tim Reformasi Perpajakan. Tim ini yang secara formal akan memformulasikan desain otoritas pajak yang akan diterapkan. Untuk mengenal lebih lanjut, dibawah ini adalah FAQ tentang Tim Reformasi Perpajakan menurut pajak.go.id
1. Apa itu Reformasi Perpajakan?Perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh, termasuk di dalamnya adalah pembenahan administrasi perpajakan, perbaikan regulasi, dan peningkatan basis perpajakan.

2. Mengapa harus ada Reformasi Perpajakan?Karena kondisi penerimaan dan kepatuhan perpajakan yang masih sangat rendah sehingga mengakibatkan rasio pajak Indonesia terendah di antara Negara-negara Asean dan G-20 dan terus menurun.

3. Untuk apa ada Reformasi Perpajakan (visi)?Untuk menjadikan Direktorat Jenderal Pajak sebagai institusi perpajakan yang kuat, kredibel, dan akuntabel.

4. Bagaimana Reformasi Perpajakan ini berjalan (Misi)?
Diwujudkan melalui transformasi terhadap lima pilar perpajakan Indonesia:

  1. Organisasi, meningkatkan efektivitas organisasi melalui penajaman dan peningkatan fungsi, penataan dan penyempurnaan organisasi.
  2. Sumber daya manusia, membentuk SDM yang tangguh, akuntabel, dan berintegritas.
  3. Teknologi Informasi dan Basis Data, memastikan sistem informasi teknologi dan basis data yang andal, mendukung proses bisnis DJP, dan menghasilkan output yang akurat dan reliabel.
  4. Proses Bisnis, menyederhanakan proses bisnis sehingga pekerjaan menjadi lebih efektif, efisien, akuntabel, berbasis teknologi informasi, dan mencakup seluruh tugas DJP.
  5. Peraturan perundang-undangan, membuat kebijakan perpajakan yang memperluas basis perpajakan, memberikan kepastian hukum, mengurangi biaya kepatuhan, dan meningkatkan penerimaan pajak.
5.  Buat siapa Reformasi Perpajakan ini?Buat pegawai pajak, wajib pajak, lembaga terkait, dan masyarakat.

6.  Sejak kapan Reformasi Perpajakan ini?Dicanangkan pada tanggal 9 Desember 2016 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 885/KMK.03/2016 tentang Pembentukan Tim Reformasi Perpajakan.

7.  Siapa pendukung utama dari Reformasi Perpajakan ini?
Presiden Republik Indonesia memberikan komitmen dan dukungan sepenuhnya.

8.  Apa Tujuan jangka panjang Reformasi Perpajakan ini?
Menuju Rasio Pajak 15% pada tahun 2020.

9. Apa tujuan jangka pendek Reformasi Perpajakan ini?
Mengamankan penerimaan tahun 2017 dengan meningkatkan mutu pelayanan, penguatan pengawasan dan penegakan hukum perpajakan, peningkatan kerja sama dengan pihak ketiga, serta memberi kesempatan wajib pajak untuk memperoleh keadilan perpajakan.

10. Apa perkembangan Reformasi Pajak pada kuartal pertama 2017?
Ada 13 program yang berhasil dilaksanakan dari tiga bidang yang ada. Yaitu bidang Teknologi Informasi, Basis data, dan Proses Bisnis, Bidang Organisasi dan SDM, dan Bidang Regulasi.

11. Apa yang dihasilkan Bidang Teknologi Informasi, Basis Data dan Proses Bisnis pada kuartal pertama 2017?

  • E-billing support, yaitu integrasi sistem billing dengan sistem penagihan, termasuk notifikasi jatuh tempo pembayaran dan pemberitahuan melalui outbound call;
  • Fasilitas virtual assistant dan live chatting, yaitu fitur pelayanan tanya-jawab dalam website pajak.go.id yang terhubung dengan call center Kring Pajak;
  • E-Form 1770 dan 1770S, yaitu SPT elektronik untuk menyelesaikan masalahan e-filing;
  • Prepopulated SPT OP Karyawan, yaitu data bukti potong WP OP karyawan secara otomatis muncul dalam e-form atau e-filing;
  • E-Bukpot atau bukti potong pajak secara elektronik yang memudahkan administrasi data sekaligus menjadi input bagi prepopulated SPT;
  • Peluncuran Platform Kartin1, yaitu platform yang menggabungkan NPWP dengan kartu identitas lainnya;
  • Mendapatkan dukungan AIPEG untuk program pengembangan core tax system;
  • Persiapan implementasi penegakan hukum pasca-Amnesti Pajak, termasuk distribusi data perpajakan terkait dengan kepemilikan harta, joint audit dengan Ditjen Bea dan Cukai, implementasi AKRAB (OJK)-AKASIA (Ditjen Pajak), dan outbound call dalam rangka memperkuat tindakan penagihan aktif.

12. Apa yang dihasilkan Bidang Organisasi dan SDM pada kuartal pertama 2017?

  • Peluncuran mobile tax unit (MTU), yaitu unit organisasi non-struktural untuk pelayanan di luar kantor;
  • Piloting KPP Mikro pada KP2KP yang melakukan fungsi pelayanan dan pengawasan.

13. Apa yang dihasilkan Bidang Regulasi pada kuartal pertama 2017?

  • Mendapatkan dukungan KADIN untuk proses konsultasi dan sosialisasi program Tim Reformasi Perpajakan;
  • Mendapatkan dukungan AIPEG untuk membantu proses harmonisasi antara rencana kerja dengan kebijakan fiskal;
  • Mendapatkan dukungan World Bank untuk membantu penyusunan kebijakan fiskal yang lebih sederhana dan berkeadilan.

14. Apa program kerja selanjutnya Bidang Teknologi Informasi, Basis Data, dan Proses Bisnis sepanjang tahun 2017?

  • Menyusun pedoman pengendalian interaksi petugas pajak dengan pihak eksternal;
  • Membenahi prosedur pemeriksaan;
  • Melakukan cleansing database perpajakan;
  • Menata ulang proses bisnis utama perpajakan agar berjalan lebih efektif dan efisien yang akan diadopsi dalam pengembangan core tax system yang baru;
  • Melakukan penataan ulang quality assurance dalam pemeriksaan untuk meningkatkan mutu Surat Ketetapan Pajak dan mengurangi permohonan keberatan.

15. Apa program kerja selanjutnya  Bidang Organisasi dan SDM sepanjang tahun 2017?

  • Melakukan klasifikasi unit kerja Ditjen Pajak;
  • Membentuk dan mengembangkan jabatan fungsional tertentu;
  • Penguatan unit kerja pendukung seperti KPP Mikro, MTU, dan Center of Tax Analysis;
  • Melakukan perbaikan pengelolaan Wajib Pajak dengan cara menata ulang assignment dan pengawasan Wajib Pajak penentu penerimaan;
  • Penataan ulang SDM termasuk pembenahan pola mutasi, promosi, pola karir, dan remunerasi.

16. Apa program kerja selanjutnya Bidang Regulasi sepanjang tahun 2017?

  • Melaksanakan harmonisasi dan kodifikasi regulasi;
  • Penyederhanaan registrasi Wajib Pajak;
  • Peningkatan pengawasan Pengusaha Kena Pajak;
  • Pemotongan dan pemungutan pajak di awal atas belanja APBN/APBN;
  • Pembahasan paket RUU di bidang perpajakan;
  • Perbaikan peraturan pengenaan PPN sektor ritel;
  • Penyusunan peraturan tentang tarif PPh Final tambahan penghasilan neto;
  • Penyusunan peraturan cara lain menghitung peredaran bruto dan norma dalam pemeriksaan pajak;
  • Perbaikan peraturan tentang pengenaan pajak atas transaksi online;
  • Perbaikan peraturan perpajakan controlled foreign companies untuk menangani penghindaran pajak antar negara dan meningkatkan basis pajak;
  • Perbaikan peraturan tentang Exchange of Information.

Monday, April 17, 2017

Tax Policy and Administration Course

DDTC Academy akan menyelenggarakan course bertajuk Kursus Kebijakan dan Administrasi Pajak pada tanggal 27 April 2017. Course yang diselenggarakan di Menara Satu Sentra Kelapa Gading Lantai 5, Kelapa Gading Jakarta Utara akan disampaikan oleh Partner of Tax Research & Training Services B. Bawono Kristiaji.



Course ini akan membahas topik :
  1. Perspektif fundamental dari sistem pajak,
  2. Mobilisasi sumber daya dan pilihan kebijakan,
  3. Gambaran umum dan tren dalam pajak langsung (direct taxation),
  4. Gambaran umum dan tren dalam pajak tidak langsung (indirect taxation),
  5. Administrasi pajak: Studi komparatif,
  6. Kepatuhan pajak dan memajaki sektor yang sulit dipajaki,
  7. Memperkirakan penerimaan pajak potensial dan menetapkan target,
  8. Ekonomi politis dari reformasi pajak,
  9. Isu-isu terkini dalam perpajakan Indonesia.


Selain itu, pada hari Selasa, 2 Mei 2017, DDTC Academy juga akan menyelenggarakan course tentang Desentralisasi Fiskal dan Kursus Manajemen Pajak Daerah.
Topik yang dibahas dalam Desentralisasi Fiskal dan Kursus Manajemen Pajak Daerah  adalah :
  1. Kerangka Kerja Desentralisasi Fiskal,
  2. Pajak Lokal dalam Konteks Daya Saing Ekonomi,
  3. Tren dan Perspektif Komparatf,
  4. Penganggaran dan Proyeksi Pendapatan,
  5. Sistem Administrasi dan Kepatuhan Pajak Daerah,
  6. Desain Hukum Pajak,
  7. Kunjungan Lapangan/Manajemen Keuangan Publik Daerah,
  8. Hubungan Fiskal Antar Pemerintah.




Info​​ Lebih Lanjut, Silahkan Menghubungi:

Eny Marliana 
Research & Training Administrator, 
Tax Research & Training Services
Mobile : +628158980228
Phone: +622129385758
Fax: +622129385759  
DDTC (PT Dimensi Internasional Tax)Menara Satu Sentra Kelapa Gading | 6th Floor, #0601 - #0602 - #0606
Jl. Bulevar Kelapa Gading LA3 No. 1 | Jakarta Utara 14240, Indonesia