Monday, August 29, 2016

Peraturan Dirjen Pajak Yang Menenangkan Wajib Pajak

raden agus suparman : wajib pajak yang memiliki penghasilan dibawah PTKP tidak perlu amnesti pajak
Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-11/PJ/2016 untuk memberikan rasa keadilan bagi masyarakat dengan penghasilan kecil. Peraturan yang ditandatangani pada tanggal 29 Agustus 2016 pada intinya memberikan kepastian bahwa Wajib Pajak yang memiliki penghasilan kurang dari PTKP di tahun 2015 bukan sasaran amnesti pajak. Begitu juga dengan Wajib Pajak yang memiliki status subjek pajak luar negeri (SPLN) dan tidak memiliki penghasilan dari Indonesia, boleh tidak memanfaatkan fasilitas amnesti pajak.


Kemudian Peraturan ini menegaskan bahwa warisan dan hibah bukan objek amnesti pajak. Tapi pengecualian warisan dan hibah ada syaratnya, yaitu :
  1. Warisan dan hibah diterima oleh Wajib Pajak yang memiliki penghasilan dibawah PTKP tahun 2015; atau
  2. Warisan dan hibah sudah dilaporkan oleh pemberi (pewaris dan pemberi hibah) dalam SPT Tahunan.

Tidak ada ketentuan tahun kapan dilaporkan oleh pewaris atau pemberi hibah. Tetapi secara logika, namanya memberi tentu sudah dimiliki dulu. Bukti bahwa dia memiliki adalah sudah dilaporkan dalam SPT Tahunan. Kemudan, dalam SPT Tahunan pewaris dan pemberi hibah berkurang dan bertambah di SPT Tahunan penerima (ahli waris dan penerima hibah).

Bagaimana pelaporan SPT Tahunan pewaris padahal yang bersangkutan sudah meninggal? Sebenarnya warisan yang belum terbagi merupakan pengganti subjek pajak pewaris. Dan pelaksanaan kewajiban perpajakan, diantaranya pelaporan SPT Tahunan, dapat dilaksanakan oleh ahli waris atau istri pewaris.

Jadi, jika wajib pajak meninggal dan memiliki harta yang banyak jangan buru-buru minta penghapusan NPWP. Tapi selesaikan dulu pembagian waris. Kemudian sampaikan SPT Tahunan pewaris sampai harta yang dilaporkan menjadi habis dan pindah ke SPT Tahunan ahli waris.

Satu lagi yang perlu diingat dari Peraturan diatas adalah adanya penegasan bahwa Direktur Jenderal Pajak (tentu saja termasuk petugas pajak di kantor-kantor pajak) tidak dapat menguji dan mengoreksi nilai wajar harta yang disampaikan oleh Wajib Pajak dalam amnesti pajak. Jadi, berapapun nilai yang tercantum dalam Surat Pernyataan Harta (SPH), petugas hanya bisa menerima dan mencatat sebagai nilai perolehan tahun pajak 2015.

Kenapa jadi nilai perolehan? Ya, karena pelaporan SPT Tahunan tahun pajak 2016 dan seterusnya mengacu pada UU PPh yang menganut nilai perolehan. Harta-harta yang dilaporkan dalam SPH akan menjadi SPT Tahunan tahun pajak 2015 menggantikan SPT Tahunan terakhir. SPH adalah SPT awal untuk SPT masa datang. Seolah-olah disebut, 

Harta tambahan yang dinilai dengan nilai wajar menjadi perolehan tahun 2015”.

Sunday, August 14, 2016

Repot Menagih Invoice? Gunakan Manajemen Piutang

Manajemen piutang adalah pengaturan pengelolaan piutang perusahaan sehingga performa kredit dapat dicapai secara optimal. Manajemen piutang juga bisa sebagai proses pendataan, pengumpulan, dan penagihan piutang perusahaan dari konsumen.

Manajemen piutang juga merupakan sebuah elemen penting dalam aktivitas bisnis perusahaan karena beberapa alasan; antara lain sebagai media penanaman modal, untuk meningkatkan penjualan dan laba, pengaturan arus kas, serta menghadapi persaingan bisnis.


Demi mewujudkan sejumlah hal di atas, maka dari itu perusahaan harus melakukan manajemen piutang dengan baik. Artinya, piutang harus dikelola dan diorganisir sehingga dapat ditagih dan dikonversi dengan cepat menjadi kas yang pada akhirnya akan menghasilkan laba bagi perusahaan.


Selain untuk memastikan bahwa piutang dapat terbayarkan, manajemen piutang juga dapat meminimalisir risiko bisnis. Hal-hal seperti pemberian piutang kepada non-potential customer, piutang yang tertunggak, kesalahan/kegagalan dalam penagihan, pencurian kas, kinerja yang buruk, dan kehilangan data dapat dihindari.


Untuk menghindarkan risiko-risiko tersebut, perusahaan dapat melakukan kegiatan Manajemen Piutang antara lain:


  1. Perencanaan jumlah dan pengumpulan piutang
  2. Pengendalian piutang
  3. Penyaringan langganan
  4. Penentuan risiko kredit
  5. Penentuan potongan harga
  6. Penetapan ketentuan-ketentuan dalam menghadapi para penunggak pembayaran
  7. Pelaksanaan administrasi yang berhubungan dengan penarikan kredit


Perusahaan perlu melakukan pengelolaan accounts receivable untuk memastikan bahwa piutang perusahaan telah dikelola dengan baik. Manajemen Piutang ini akan membantu perusahaan dalam pengelolaan piutang dan memastikan bahwa semua piutang dapat ditagih dan menjadi kas yang akan berguna untuk performa perusahaan selanjutnya.


Kini, telah hadir sebuah aplikasi dengan fitur manajemen piutang yang dapat mengelola invoice mulai dari penyiapan, penyampaian, hingga pemberitahuan jika tagihan Anda sudah dibayar, dalam satu aplikasi yang terintegrasi.

Manajemen Piutang OnlinePajak menyediakan pembuatan surat tagihan (commercial invoice), pembuatan e-Faktur bagi Pengusaha Kena Pajak, pengiriman invoice ke pelanggan dan e-Faktur yang ditandatangani secara elektonik melalui email, pengiriman invoice dengan tanda tangan basah dan faktur pajak melalui kurir, pengingat pembayaran tagihan bagi customer (payment reminder), pusat pengelolaan yang berfungsi mengatur dan memantau seluruh kegiatan penagihan piutang Anda (dashboard), notifikasi penyetujuan invoice kepada customer sehingga penjual dapat mengulas draft invoice sebelum dirilis.



Saturday, August 13, 2016

KURSUS & SEMINAR PAJAK DIBULAN AGUSTUS 2016

Di bulan Agustus, DDTC Academy kembali mengadakan kursus pajak yang mengangkat tema-tema khusus yaitu:

TAX POLICY TRAINING PROGRAM*

Fiscal Decentralization and Local Tax Management Course (Batch 1)

Kursus ini dirancang khusus bagi mereka yang tertarik dalam memperluas pengetahuan teori dan praktek keuangan publik lokal. Peserta dalam kursus ini akan diajak mengeksplorasi tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah untuk memobilisasi pendapatan mereka dalam konteks desentralisasi fiskal. Kursus ini memberikan gambaran desentralisasi fiskal dari dua sudut: optimalisasi pembagian tanggung jawab dan /atau optimalisasi kapasitas pemerintah daerah dalam mengumpulkan pajak. Terlepas dari pendekatan teoritis, kami juga menganalisa dari perspektif komparatif tentang bagaimana berjalannya manajemen pajak lokal yang ada didunia. Materi yang disajikan dalam kursus ini akan mampu mendukung pejabat pemerintah dalam pengaturan agenda dan prioritas kebijakan mereka.

Topik yang dibahas:
Kerangka Fiscal Decentralization
Trend dan Perspektif Komparatif
Sistem Administrasi Perpajakan Lokal dan Compliance
Pajak Lokal dalam Konteks Daya Saing Ekonomi
Anggaran dan Prediksi Pendapatan
Kunjungan Situs / Manajemen Keuangan Publik Lokal
Desain Hukum Pajak
Hubungan Fiskal Antar Pemerintah

Jadwal Kursus:
Batch 1: 8 - 11 Aug 2016
Batch 2: 3 - 6 Oct 2016

Waktu:
Senin - Kamis
(09.00 - 17.00 WIB)

Biaya:  IDR6.500.000,-


Tax Policy and Administration Course

Seberapa baik (atau buruk) kinerja penerimaan pajak di Indonesia? Mengenai status politik, sosial, demografi, dan ekonomi; berapa banyak potensi penerimaan pajak dapat dicapai? Perubahan besar apa yang perlu diterapkan dalam kebijakan dan administrasi perpajakan? Untuk menjawab semua pertanyaan ini, kami bersama-sama mengeksplor teori, praktik internasional, tren dan studi empiris dari berbagai negara.

Topik yang dibahas:

Perspektif Dasar dari Sistem Pajak
Tren dan Gambaran Umum Pajak Langsung
Administrasi Pajak: Studi Banding
Estimasi Potensi Penerimaan Pajak dan Penargetan
Isu Terkini Terkait Perpajakan Indonesia
Mobilisasi Sumber Daya dan Dilema Kebijakan
Tren dan Gambaran Umum Pajak Tidak Langsung
Kepatuhan Pajak (Tax Compliance) dan Pemajakan atas Hard to Tax Sector
Politik Ekonomi dari Reformasi Pajak

29 - 31 Agustus & 1 September 2016
Senin – Kamis
(09.00 – 17.00 WIB)
Biaya: IDR6.500.000,-

*Dapatkan diskon menarik untuk program paket dan early registration


Tax Policy Training Program ini akan disampaikan oleh para pengajar khusus dari DDTax Academy, yang terdiri dari:

1. Darussalam
2. Danny Septriadi
3. B. Bawono Kristiaji
4. Adri A. L. Poesoro
5. Yeni Mulyani
6. Yusuf Wangko Ngantung
7. Ganda Christian Tobing


Penawaran khusus:

- Untuk ‘Tax Policy Training Program’ ini, kami menawarkan program khusus dengan membuka kelas privat dengan ketentuan peserta dari satu kelompok mengirimkan minimal 10 orang untuk mengikuti training, dengan prosedur pemesanan dan pemberitahuan setidaknya dua minggu sebelum kursus dilaksanakan.

- Kami juga dapat memberikan akomodasi hotel dan mengatur transportasi dari bandara ke hotel dengan tarif khusus. Kami bernegosiasi dengan Harris Hotel Kelapa Jakarta Gading-Utara.

Fasilitas


  • Fasilitas pelatihan  profesional terbaik dan terlengkap (theater class, cozy room, free WiFi, modern facility)
  • Gratis akses perpustakaan lebih dari 2000 buku dan jurnal pajak
  • Modul Pelatihan yang lengkap dan mudah dipahami
  • Exclusive training kit (goodie bag, notes, pen)
  • Mendapatkan ‘Kartu Peserta Training’ yang dapat digunakan sebagai kartu discount untuk mengikuti kembali pelatihan  dan pembelian publikasi di DDTC.


Tempat Kursus

Menara Satu Sentra Kelapa Gading
5th Floor, Unit #0501
Jl. Bulevar Kelapa Gading LA3 No. 1
Jakarta Utara 14240, Indonesia
P: +622129385758
F: +622129385759

Informasi lebih lanjut

Eny Marliana
Mobile: +628158980228
Email: eny@ddtc.co.id

Ana Lailatul Ist
Mobile: +6282114239142
Email: ana_lailatul@ddtc.co.id


SEMINAR

Recent Developments in Domestic and Global Taxation

Seminar ini dimulai dengan overview tentang topik-topik yang relevant dan up to date mengenai pajak domestik dan internasional serta tentang bagaimana hal tersebut mengubah lanskap perpajakan saat ini dan masa yang akan datang. Hal ini akan mendorong peserta untuk memahami tujuan undang-undang pajak secara lebih mendalam dan mengembangkan kemampuan peserta agar dapat menjelaskan hal tersebut kepada para stakeholders mereka dalam pengaturan praktisnya (implementasi).

Topik yang dibahas:
National fiscal framework and tax agenda;
Revision on major tax laws: income tax, VAT, procedure and administration;
Agenda on semi-autonomous revenue authority;
Tax audit target;
Information and data in tax system: progress and projection;
BEPS and its impact;
Tax risk management.

Jadwal:
Selasa, 23 Agustus 2016 (09.00 – 17.00 WIB)

Investment: IDR3.000.000,-


INTENSIVE COURSE

Tax Treaty Interpretation and Application – Executive Class (Batch 4)

Perjanjian pajak adalah fenomena global. Ada lebih dari 3000 perjanjian pajak (tax treaties) bilateral yang disepakati oleh berbagai negara di seluruh dunia, namun kata-kata dan struktur perjanjian tersebut masih sangat global dan bahkan sebagian besar sama (mirip). Sebagai perjanjian internasional, perjanjian pajak (tax treaties) memiliki peraturan penafsiran yang sama seperti negara-negara lain. Pemahaman tentang penafsiran dan penggunaan perjanjian pajak (tax treaties), memberikan kesempatan yang sama bagi para praktisi pajak dan pihak yang berkepentingan. Kursus ini dirancang untuk peserta yang ingin menguasai (menjadi ahli) hukum pajak internasional dengan kombinasi sempurna antara teori dan praktek yang berdasarkan kasus nyata.

Topik yang dibahas:
Structure of tax treaties:
- The application practice, interaction of domestic law and treaty law
- Importance of the scope of the convention term with regard to persons and taxes covered, distributive rules and methods for elimination of double taxation
Interpretation:
- Rule of Art 3 (2) OECD Model Convention
- Relevance of OECD Commentary and modifications in practice
Abuse of tax treaties:
- Where are the limits?
- Analysis on Google Double Irish Dutch Sandwich structure
- Other multinationals tax structures and recent developments
Business profits (Art.7) and relation with other distributive rules, Permanent Establishments (Art.5), Passive income (Art 10, 11, and 12), Capital Gains (Art. 13) and indirect transfer of shares;
Income from dependent work (employees); 183 rule
Artistes and Sportsmen (Art. 17), with real case examples (U2 case)


Jadwal:
Batch 4 (27 Agustus – 15 Oktober 2016)

Waktu pelaksanaan : Setiap Sabtu (09.30 – 5.30 WIB)

 
Jumlah Sesi:  5x materi dan 1x Ujian
Investment: IDR7.500.000

Informasi lebih lanjut hubungi:

Eny Marliana
Mobile: +628158980228
Email: eny@ddtc.co.id

Ana Lailatul Ist
Mobile: +6282114239142
Email: ana_lailatul@ddtc.co.id


Wednesday, August 3, 2016

kehebohan karena moratorium pemeriksaan pajak

raden agus suparman : pemeriksaan pajak versus amnesti pajak
Direktur Jenderal Pajak telah menandatangani intruksi nomor INS-03/PJ/2016 tentang kebijakan pemeriksaan dalam rangka mendukung pelaksanaan Undang-Undang nomor 11 tahun 2016 tendang Pengampunan Pajak. Hal terpenting dalam intruksi ini adalah Direktorat Jenderal Pajak "menahan diri" untuk tidak menerbitkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) baru dan Wajib Pajak yang sedang diperiksa didorong untuk memanfaatkan amnesti pajak. Ditandatangani pada tanggal 3 Agustus 2016 dan pagi ini (4/8) di kantor terjadi kehebohan dan cukup mengejutkan.
Sebenarnya, beberapa minggu sebelumnya sudah keluar "moratorium pemeriksaan pajak" yang beredar lewat grup WhatApps di internal DJP. Pesan moratorium pada intinya sama dengan intruksi Dirjen Pajak, yaitu tidak menerbitkan SP2 baru. Tetapi, moratorium ini kemudian dibantah dan diminta menunggu perintah tertulis.

Pada awalnya memang, kebijakan pemeriksaan dan amnesti pajak dijalankan bareng. Artinya, sepanjang wajib pajak BELUM memanfaatkan amnesti pajak, maka prosedur pemeriksaan tetap jalan. Bahkan diibaratkan seperti "adu lari" antara pemeriksa bekerja sampai menerbitkan surat ketetapan pajak dengan wajib pajak sampai memanfaatkan amnesti pajak.

Dengan intruksi baru ini, DJP seperti berkonsentrasi untuk mensukseskan amnesti pajak. Baik pemeriksa pajak, petugas AR, dan petugas pajak lainnya benar-benar untuk melayani amnesti pajak.

raden agus suparman : Intruksi Dirjen Pajak tentang Kebijakan Pemeriksaan Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan Amnesti Pajak



Bagaimana Mengisi Surat Pernyataan Harta Untuk Amnesti Pajak?

raden agu suparman : Bagaimana Mengisi Surat Pernyataan Harta?
Mungkin masih ada yang mengira bahwa mengisi Surat Pernyataan Harta untuk amnesti pajak seperti mengisi SPT Tahunan. Tentu saja tidak sama karena Surat Pernyataan Harta sesuai namanya berbasis harta, sedangkan SPT Tahunan mencakup penghasilan, harta, dan utang.
Amnesti pajak sejenis "pajak baru" yang berbasis harta. Uang tebusan yang dibayarkan ke Negara bukan berdasarkan penghasilan. Dasar penghitungan uang tebusan adalah harta yang belum dilaporkan.

Banyak juga yang bertanya asal-usul harta yang akan dilaporkan. Padahal amnesti pajak tidak melihat apakah harta tersebut sudah dikenai pajak atau belum, apakah berasal dari penghasilan yang dikecualikan atau tidak. 

Pertanyaannya satu : apakah harta tersebut dilaporkan di SPT Tahunan 2015 atau tidak?

Kenapa amnesti pajak memilih harta? Karena amnesti pajak itu seperti "senjata pamungkas" bagi wajib pajak untuk menyelesaikan permasalahan perpajakan dengan Negara. Apapun kesalahannya, terampuni dengan amnesti pajak.

Tidak peduli besaran kesalahan yang dia perbuat. Dan tidak peduli besaran uang tebusan yang dia bayarkan. Ketika wajib pajak mendapatkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak dari Kepala Kanwil DJP maka SELESAI semua permasalahan perpajakan sampai dengan 2015.

Harti itu merepresentasikan penghasilan yang diperoleh wajib pajak. Teorinya, saat seseorang memperoleh penghasilan, maka penghasilan tersebut pasti digunakan untuk konsumsi dan investasi.

Jika habis dikonsumsi, tentu tidak ada investasi. Tapi jika ada kelebihan dari konsumsi, pasti akan diinvestasikan atau dibelikan harta. Pokoknya "ada sisa". Nah, sisa ini yang dikenai amnesti pajak.

Amnesti pajak berfikir positif bahwa harta yang sudah dilaporkan di SPT Tahunan artinya sudah dikenai pajak. Walaupun pada kenyataannya bisa jadi sebaliknya. Bisa jadi harta yang dilaporkan tidak mencerminkan penghasilan. Atau pertambahan harta yang lebih BESAR daripada penghasilan yang di terima.

Bisa juga sebaliknya. Dan ini kejadian sebenarnya ditempat saya bekerja! Wajib pajak setiap tahun patuh lapor SPT Tahunan. Penghasilannya dilaporkan. Penghasilannya sudah dipotong oleh pemberi penghasilan. Jadi dia tinggal lapor saja. Celakanya, bagian harta di SPT Tahunan selalu kosong.

Walaupun wajib pajak tersebut sudah pasti membeli harta dari penghasilan yang sudah dikenai pajak, tetapi karena di SPT Tahunan tidak ada harta yang dilaporkan, maka menurut UU Pengampunan Pajak (amnesti pajak) semua harta yang dia miliki dianggap belum beres.       

SPT Tahunan 2015
Ukuran apakah harta tersebut sudah dilapor atau belum adalah SPT Tahunan tahun pajak 2015. Atau tahun pajak 2014 jika akhir periode akuntansi sampai dengan 30 Juni 2016.

Apapun harta yang dilaporkan di SPT Tahunan 2015 dianggap (versi amnesti pajak) sudah beres. Dan harta-harta yang belum ada di SPT Tahunan 2015 tetapi sebenarnya dimiliki oleh wajib pajak dianggap "belum beres". Untuk membereskannya harus ikutan amnesti pajak!

Karena ukuran laporan SPT ada di SPT Tahunan 2015 maka semua wajib pajak harus lapor SPT Tahunan 2015.
 
Bagaimana kalau tidak pernah lapor SPT Tahunan? Peraturan Menteri Keuangan mengatur bahwa yang dilaporkan di SPT Tahunan 2015 HANYA harta yang bersumber penghasilan tahun 2015.

Kalau pernah lapor, misal pernah tahun 1999 kemudian tidak pernah lapor lagi, maka yang disampaikan di SPT Tahunan 2015 harus SAMA dengan harta di SPT 1999 ditambah harta yang diperoleh dari penghasilan 2015.

Intinya, bahwa harta itu harus dilaporkan sesuai tahun perolehan penghasilan. Jika belum dilaporkan, jangan dipaksakan lapor di SPT Tahunan 2015. Misal, wajib pajak yang tidak pernah lapor SPT Tahunan, agar bisa ikutan amnesti pajak dia lapor dulu SPT Tahunan 2015. Kemudian dia laporkan semua harta yang diperoleh sejak 2000 sampai dengan 2015. Ini tidak boleh!

Perbaikan Nilai Harta
Salah satu pertanyaan yang sering diutarakan, "Bagaimana mengubah nilai harta yang di SPT dengan harga sebenarnya?"
  
Apakah tanah yang sudah dilaporkan di SPT Tahunan 2015 dapat "direvaluasi" sesuai harga pasar sekarang melalui amnesti pajak? Menurut FAQ amnesti pajak, jawabannya "tidak bisa". Tanah yang sudah dilaporkan dengan nilai tertentu di SPT Tahunan tetap tertulis seperti itu. Jika mau mengubah nilai tanah, maka harus melalui mekanisme revaluasi.

Tetapi jika yang dilaporkan dalam SPT Tahunan hanya tanah saja, kemudian diatas tanah tersebut ada bangunan maka atas bangunan tersebut boleh dilaporkan sebagai harta tambahan dalam Surat Pertanyaan Harta. Selain bangunan, boleh juga seperti tanaman yang memiliki nilai jual sebagai objek amnesti pajak. Contoh tanaman pohon jati.

Termasuk objek amnesti pajak adalah "bangunan tumbuh". Misal gudang yang dilaporkan di SPT Tahunan 100m2 saja. Padahal ada tambahan gudang baru seluas 300m. Maka tambahan gudang tersebut merupakan objek amnesti pajak.

Uang Muka Pembelian Rumah
Apakah uang muka pembelian rumah dilaporkan? Pembelian rumah, jika per 31 Desember 2015 sudah ada (setidaknya) perjanjian jual beli, maka harus dilaporkan sebesar harga rumah tersebut. Rumah dan apartemen disajikan sebesar harga beli termasuk pajak-pajak, dan harga yang belum dilunasi dilaporkan sebagai utang untuk mendapatkan harta tersebut.

Jadi tidak dilaporkan sebagai uang muka karena dilihat dari kode harta pun tidak ada kode harta uang muka. Walaupun bisa jadi dimasukkan sebagai piutang. Hanya saja, kalau masuk piutang artinya tidak ada utang yang dilaporkan.

Uang Tunai, Tabungan, dan Deposito 
Uang tunai termasuk harta yang paling likuid dan tidak ada bukti kepemilikan yang harus disampaikan di Surat Pernyataan. Bahkan jika seseorang mengaku punya harta 10 milyar rupiah di rumah pun, petugas amnesti pajak tidak boleh menolak. Pembuktiannya bukan saat ikutan amnesti pajak tetapi saat penggunaan uang tersebut. Bukankah uang pasti dibelanjakan?
 
Apakah deposito bank yang dideklarasikan sebagai tambahan harta dikenai pajak lagi? Bukankah tiap bulan dipotong pajak? Benar, setiap bulan bank melakukan pemotongan pajak penghasilan. Tapi yang dikenai pajak adalah bunga. Bukan pokok deposito. Sedangkan uang tebusan amnesti pajak dari pokok deposito. Ingat, permasalahnnya apakah deposito tersebut sudah dilaporkan sebagai harta di SPT Tahunan atau belum?

Perlakuan yang sama juga bagi saham yang dibeli dari bursa. Setiap ada transaksi sudah dikenai pajak penghasilan. Tapi sebenarnya itu adalah pajak capital gain yang disederhanakan jadi PPh final. 

Saham yang dideklarasikan dalam Surat Pernyataan Harta dinilai dengan nilai pasar saham tersebut per 31 Desember 2015. Nilai pasar ini basis uang tebusan. Sedangkan saham perusahaan perusahaan non-bursa dicatat sebesar nilai nominal saham tersebut.

Asuransi Unit Link
Asuransi murni sebenarnya bukan harta. Tetapi ada asuransi separo asuransi murni dan separo unit link. Ciri asuransi unit link adalah ada bagian proteksi dan ada bagian investasi. Nah, bagian investasi ini termasuk harta yang wajib dilaporkan di SPT Tahunan.

Besaran nilai investasi asuransi unit link yang dilaporkan adalah harta pasar per 31 Desember 2015. Jika tidak tahu, berarti harus tanya ke perusahaan asuransi. Biasanya perusahaan asuransi secara rutin menyampaikan laporan harga unit investasi. Nah, cari yang akhir Desember 2015.

Repatriasi
Apakah properti yang di Luar Negeri boleh direpatriasi? Boleh setelah dijual dan hasil penjualannya dimasukkan ke NKRI paling lambat 31 Desember 2016 untuk wajib pajak yang menyampaikan Surat Pernyataan Harta sejak 1 Juli sampai dengan 31 Desember 2016. Dan paling lambat 31 Maret 2017 untuk yang selain itu.

Apakah repatriasi boleh digunakan untuk biaya hidup di Indonesia? Boleh setelah diinvestasikan 3 tahun di Indonesia. Pasal 3 ayat (4) Peraturan Menteri Keuangan No.119/PMK.08/2016 berbunyi begini, "Investasi di dalam wilayah NKRI sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak dana dialihkan oleh Wajib Pajak ke Rekening Khusus melalui Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Menteri sebagai Gateway dalam rangka Pengampunan Pajak."

Manfaatkan Segera Amnesti Pajak
Amnesti pajak bersifat self assessment. Harta mana saja yang akan dilaporkan, semua terserah wajib pajak. Bisa jadi harta yang masih sengketa tapi wajib pajak berkeyakinan akan menang. Atau harta yang secara de jure milik orang lain tapi secara substansi milik wajib pajak.

Surat Pernyataan Harta tidak perlu dilengkapi dengan dokumen pendukung kepemilikan harta. Wajib pajak hanya cukup mencantumkan informasi tentang harta tersebut.

Dokumen yang wajib dilampirkan dalam Surat Pernyataan Harta hanya terkait utang harta tambahan. Ini karena utang akan mengurangi harta tambahan sebagai basis uang tebusan.
 
Sanksi Bagi Yang Tidak Jujur
Terakhir, saya ingatkan bahwa jika Surat Pernyataan Harta tidak diisi dengan jujur, maka amnesti pajak akan jadi jebakan.

Amnesti pajak akan menjadi senjata sakti mandraguna bagi wajib pajak ketika berhadapan dengan kantor pajak. Tetapi jika ada harta yang belum dilaporkan, kemudian kantor pajak menemukan harta tersebut seharusnya dilaporkan, maka nilai pasar harta tersebut akan menjadi objek Pajak Penghasilan tambahan.

Pengenaan nilai pasar dan "PPh tambahan" berdasarkan Undang-Undang Pengampunan Pajak. Bukan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Termasuk sanksi yang ditambahkan sebesar 200% dari PPh tambahan terutang.

Contoh : apartemen ditemukan tidak dilaporkan dalam Surat Pernyataan Harta. Saat ditemukan oleh kantor pajak, apartemen tersebut bernilai 2 milyar rupiah. Kantor pajak akan menagih PPh tambahan dengan tarif 30% (tarif tertinggi berdasarkan Pasal 17 UU PPh). Ditambah sanksi 200%. Maka ditagih sekitar 1,8 milyar rupiah. Setara 90% dari harga pasar apartemen.    

raden agus suparman ; bagaimana cara pendaftaran amnesti pajak
klik gambar biar lebih jelas


#amnestipajak #taxmanesty #pengampunanpajak