Thursday, August 27, 2015

Ruko dan Rukan termasuk objek PPh Pasal 22 atau tidak?

contoh iklan jual rumah seharga 100 milyar rupiah di Jakarta Selatan
Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015 mengatur kewajiban pemungutan PPh Pasal 22 dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah, diantaranya "apartemen, kondominium, dan sejenisnya". Peraturan ini tidak merinci "dan sejenisnya" yang menjadi objek PPh Pasal 22.

Karena itu timbul pertanyaan, apakah rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), kondominium hotel (kondotel) termasuk "dan sejenisnya"?


Untuk menjawab pertanyaan ini saya baca latar belakang peraturan ini. Latar belakang yang saya maksud ada di bagian menimbang. Ini kutipannya:
pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak atas penghasilan yang digunakan untuk konsumsi barang yang tergolong sangat mewah
Dari bagian menimbang itu saya menemukan kata "konsumsi". Istilah konsumsi saya baca di wiki:
Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung 
Dari pengertian diatas, saya memiliki dua kriteria:

  • memenuhi kebutuhan, dan
  • memenuhi kepuasan.

Kebutuhan untuk barang orang kaya tentu bukan kebutuhan pokok. Barang yang dimaksud tergolong sangat mewah. Jadi, menurut saya kebutuhan dalam hal ini adalah "tempat tinggal" dan kendaraan.

Untuk jenis "tempat tinggal" bisa kita baca yang tertulis di Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015, yaitu:

  • rumah
  • apartemen
  • kondominium




    Sedangkan jenis kendaraan bisa kita baca yang tertulis di Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015, yaitu:

    • pesawat terbang pribadi, 
    • helikopter pribadi,
    • kapal pesiar, 
    • yacht,
    • sedan, 
    • jeep, 
    • sport utility vehicle (suv), 
    • multi purpose vehicle (mpv), 
    • minibus,
    • kendaraan bermotor roda dua dan tiga

    Sedangkan kriteria kedua adalah kriteria kepuasan. Pemuasan pribadi pembeli supaya tempat tinggal dan kendaraan yang dimiliki "sekelas" dengan penghasilannya. Pamer!

    Maksudnya, bahwa tempat tinggal dan kendaraan mereka kelasnya sudah sangat mewah. Nah sangat mewah inilah yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015.

    KESIMPULAN
    Kembali ke pertanyaan, apakah rumah toko dan rumah kantor termasuk objek PPh Pasal 22 yang dimaksud Peraturan Menteri Keuangan nomor 90/PMK.03/2015?

    Menurut saya bukan. Alasannya:
    • tujuan pembuatan rumah toko dan rumah kantor adalah untuk usaha sehingga tidak termasuk pengertian "rumah tinggal" walaupun bisa saja dia tinggal di ruko atau rukan.  
    Bagaimana jika rumah atau apartemen digunakan untuk usaha? Misalnya disewakan? Atau rumah yang dijadikan kantor? Atau rumah yang bagian depannya ada toko? Tetap menjadi objek karena pada dasarnya rumah dan apartemen dimaksud untuk tempat tinggal. Hanya saja penggunaannya yang "menyimpang".


    DEFINISI:
    Ruko (singkatan dari rumah toko) adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya bertingkat antara dua hingga lima lantai, di mana lantai-lantai bawahnya digunakan sebagai tempat berusaha ataupun semacam kantor sementara lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal.

    FUNGI:
    fungsi utama dari kantor dan rumah sangatlah bertolak belakang sehingga Anda harus mengatur dan mendesainnya sedemikian rupa sehingga tidak terjadi tumpang tindih antara satu dan lainnya. 

    Rumah, ibaratnya istana. Kehangatan, keakraban, kepedulian, kebersamaan, dan kebutuhan untuk istirahat sangat dominan di rumah. Sedangkan kantor penuh dengan deadline, pusat dari segala produktivitas yang Anda miliki juga merupakan icon dari profesionalisme Anda sebagai pekerja.







    Monday, August 24, 2015

    Inilah Wajib Pajak yang mendapatkan fasilitas tidak bayar pajak selama 20 tahun

    gratis pajak penghasilan selama 20 tahun
    gambar dari al.com
    Siapa yang tidak tertarik dengan tidak bayar pajak. Apalagi jika gratis pajak tersebut selama 20 tahun. Ya, selama dua puluh tahun tidak perlu bayar Pajak Penghasilan! Inilah insentif pajak terbaru dari pemerintahan Jokowi.

    Tidak perlu mengeluarkan biaya tinggi untuk menyusun rekayasa keuangan termasuk menyusun skema transfer pricing. Kan sudah bebas? Berapapun penghasilan yang diterima sudah ada jaminan tidak perlu bayar pajak.

    Bahkan bisa jadi, Indonesia akan menjadi tujuan "investasi" untuk merekayasa transaksi-transaksi yang dibuat untuk tujuan mengecilkan pembayaran pajak.



    Menteri Keuangan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 159/PMK.010/2015 tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan. Bagian menimbang PMK ini berbunyi, "untuk lebih meningkatkan kegiatan investasi langsung khususnya pada industri pionir guna mendorong pertumbuhan ekonomi". Jelas, tujuan pemberian tax holiday adalah meningkatkan arus masuk investasi asing.

    Pasal 3 ayat (4) mengatakan bahwa mempertimbangkan kepentingan mempertahankan daya saing industri nasional dan nilai strategis dari kegiatan usaha tertentu, Menteri Keuangan dapat memberikan fasilitas pengurangan Pajak Penghasilan badan  paling lama 20 (dua puluh) tahun

    Pada dasarnya, Wajib Pajak yang bisa mendapatkan fasilitas ini adalah Wajib Pajak di bidang Industri Pionir. Tetapi Pasal 4 PMK kemudian merinci sebagai berikut:
    • merupakan Wajib Pajak baru;
    • merupakan Industri Pionir;
    • mempunyai rencana penanaman modal baru yang telah mendapatkan pengesahan dari instansi yang berwenang, paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah);
    • memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai penentµan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; 
    • menyampaikan surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan dana di perbankan di Indonesia paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari total rencana penanaman modal dan dana tersebut tidak ditarik sebelum saat dimulainya pelaksanaan realisasi penanaman modal; dan
    • harus berstatus sebagai badan hukum Indonesia yang pengesahannya ditetapkan sejak atau setelah tanggal 15 Agustus 2011. 

    Ada satu syarat yang sampai dengan saat ini, 24 Agustus 2015, belum saya baca. Mungkin belum diterbitkan tetapi akan diterbitkan. Syarat yang dimaksud adalah ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal. Ini dikenal sebagai DER (debt equity ratio).

    Pada  tahun 1984, terbit Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1002/KMK.04/1984 tentang Penentuan Perbandingan Antara Hutang Dan Modal Sendiri Untuk Keperluan Pengenaan Pajak Penghasilan. Patokan DER menurut KMK ini 3:1. Artinya satu rupiah modal hanya boleh punya hutang tiga rupiah.

    Isyu tentang DER ini sudah lama diusulkan untuk diatur kembali. Tapi rupanya masih banyak "kendala" (?).

    Konsep PMK tentang DER sudah saya baca sejak tahun 2010. Tapi sampai sekarang masih "penggodokan". Menurut info yang masih "penggodokan", utang swasta dibatasi menjadi 4:1 atau 80% utang dan 20% modal kecuali untuk sektor perbankan dan Kontrak Karya.


    INDUSTRI PIONIR
    Industri pionir yang boleh mendapat tax holiday menurut Peraturan Menteri Keuangan 159/PMK.010/2015 adalah:

    1. Industri logam hulu;
    2. Industri pengilangan minyak bumi;
    3. Industri kimia dasar organik yang bersumber dari minyak bumi dan gas alam;
    4. Industri permesinan yang menghasilkan mesin industri;
    5. Industri pengolahan berbasis hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan;
    6. Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi;
    7. Industri transportasi kelautan;
    8. Industri pengolahan yang merupakan industri utama di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK); dan/ atau 
    9. Infrastruktur ekonomi selain yang menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). 


    Industri tersebut dapat meminta tax holiday dengan mengajukan permohonan ke Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Surat permohonan harus dilampiri dengan:
    • fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak;
    • fotokopi ijin prinsip penanaman modal baru, yang dilengkapi dengan rinciannya;
    • asli surat pernyataan kesanggupan untuk menempatkan dana di perbankan di Indonesia; dan
    • surat keterangan fiskal untuk Wajib Pajak.  
    Salah satu industri yang boleh mendapatkan tax holiday adalah Industri telekomunikasi, informasi dan komunikasi. Semoga industri telekomunikasi Indonesia akan lebih banyak investor sehingga internet makin merakyat karena murahnya gadget dan data internet. Semoga.





    Thursday, August 20, 2015

    Begini cara mudah membayar pajak dengan ebilling

    Begini cara bayar pajak dengan layanan MPN G2
    Bayar pajak sekarang makin mudah dengan sistem billing karena ada layanan MPN G2. Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua atau yang sering disingkat MPN G2 adalah sebuah sistem penerimaan negara yang menggunakan surat setoran elektronik.

    Surat setoran elektronik sendiri adalah surat setoran yang berdasarkan pada sistem billing. Penerimaan negara dapat meliputi penerimaan pajak, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) maupun penerimaan  bea dan cukai, yang harus masuk ke kas negara melalui sistem MPN.

    Pembayar pajak yang akan setor pajak harus membuat kode billing. Secara aturan, menurut PER-24/PJ/2014 bahwa Kode Billing dapat diperoleh melaui:

    • membuat sendiri pada Aplikasi Billing DJP yang dapat diakses melalui laman Direktorat Jenderal Pajak dan laman Kementerian Keuangan
    • melalui Bank/Pos Persepsi atau pihak lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak; atau
    • diterbitkan secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam hal terbit ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, SPPT PBB atau SKP PBB yang mengakibatkan kurang bayar

    Tetapi baiknya, pembayar pajak sendiri yang membuat kode billing melalui laman sse.pajak.go.id 

    Wajib Pajak dapat menginput sendiri, kapan saja / dimana saja. Input data dilakukan atas nama dan NPWP sendiri, atau atas nama dan NPWP Wajib Pajak lain sehubungan dengan kewajiban sebagai Wajib Pungut (bendaharawan).

    Wajib Pajak dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh User ID dan PIN secara online melalui menu daftar baru Aplikasi Billing DJP dan mengaktifkan akun pengguna melalui konfirmasi e-mail.
    menu login di sse.pajak.go.id



    Setelah konfirmasi, Wajib Pajak baru bisa log-in di sse.pajak.go.id

    Wajib Pajak log-in dengan memasukkan User ID dan PIN akun pengguna Aplikasi Billing DJP yang telah aktif. 

    Kode Billing yang dibuat sendiri oleh Wajib Pajak berlaku selama 48 (empat puluh delapan) jam sejak diterbitkan dan tidak dapat dipergunakan setelah melewati jangka waktu dimaksud.
    Dengan Kode Billing ini, pembayara pajak dapat membayar pajak melalui:

    • teller Bank/Pos Persepsi, 
    • Anjungan Tunai Mandiri (ATM), 
    • Internet Banking, dan 
    • EDC


    Jadi sekarang bayar pajak tidak perlu datang ke bank dan tidak perlu antri di teller

    Berikut video yang dibuat oleh Rizqa Nulhusna, seorang pegawai DJP alumni informatika UI, tentang cara mudah bayar pajak melalui MPN G2.

    Semoga semakin jelas penjelasannya

    Oh ya, jangan lupa simpan BPN ya! BPN ini setara dengan SSP.

    Walaupun wajib pajak memperlihatkan rekening koran, atau bukti lain dari bank bahwa dia sudah bayar pajak tetap saja tidak diakui. Kenapa? Karena secara formal diakui sebagai pembayaran pajak adalah SSP atau BPN. Secara substansi, melalui pemeriksaan, bisa saja pemeriksa pajak mengakui adanya pembayaran pajak tersebut.

    Jadi, jangan ngaku-ngaku sudah bayar pajak melalui internet banking atau ATM jika tidak ada BPN!

    Menurut PER-26/PJ/2014, BPN harus mencantumkan elemen-elemen sebagai berikut:
    1. NTPN;
    2. NTB/NTP; 
    3. Kode Billing;
    4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);
    5. Nama Wajib Pajak;
    6. Alamat Wajib Pajak, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
    7. Nomor Objek Pajak (NOP), dalam hal pembayaran pajak atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, kegiatan membangun sendiri dan Pajak Bumi dan Bangunan sektor Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC;
    8. Kode Akun Pajak;
    9. Kode Jenis Setoran;
    10. Masa Pajak;
    11. Tahun Pajak;
    12. Nomor ketetapan pajak, bila ada;
    13. Tanggal bayar; dan
    14. Jumlah nominal pembayaran.


    SINGKATAN:
    Bukti Penerimaan Negara (BPN) adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.

    Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada Bukti Penerimaan Negara dan diterbitkan oleh sistem  settlement yang dikelola Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan.

    Nomor Transaksi Bank (NTB) adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan Negara yang diterbitkan oleh Bank Persepsi.

    Electronic Data Capture (EDC) adalah alat yang dipergunakan untuk transaksi kartu debit/kredit yang terhubung secara online dengan sistem/jaringan Bank Persepsi.




    Wednesday, August 12, 2015

    Perubahan Pemungut PPh Pasal 22 Tahun 2015

    Perubahan Pemungut PPh Pasal 22 tahun 2015
    Menteri Keuangan semakin melebarkan sayap dalam rangka pemungutan PPh Pasal 22. Sayap yang dimaksud adalah menetapkan "badan-badan tertentu" yang memungut PPh Pasal 22 atas kegiatan impor atau melakukan transaksi atau kegiatan usaha.

    Berdasarkan Pasal 22 ayat (1) UU PPh bahwa pemungut PPh Pasal 22 itu terdiri dari : bendahara, badan-badan tertentu yang memungut PPh Pasal 22, dan badan-badan tertentu yang memungut PPh Pasal 22 atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
    Golongan ketiga, Menteri Keuangan sudah terlebih dahulu menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015.  Posting terkait peraturan ini dapat dilihat di postingan tanggal 26 Mei 2015.

    Perubahan golongan ketiga menyusul dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan nomor 107/PMK.010/2015. Kalau kita perhatikan, walaupun sama-sama terkait PPh Pasal 22 tetapi kode nomenklatur pembuat (pengusul) peraturan berbeda, yaitu 03 dari DJP sedangkan 010 dari BKF.

    Karena pemungut PPh Pasal 22 makin banyak, maka penggolongan saya kembalikan ke Pasal 22 ayat (1) huruf a dan b UU PPh, yaitu:
    • bendahara, 
    • badan-badan tertentu.
    Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 107/PMK.010/2015, bendahara wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian, yaitu:
    1. bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga Pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang;
    2. bendahara pengeluaran berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan (UP);
    3. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga yang dilakukan dengan mekanisme pembayaran langsung (LS);

    Sedangkan badan-badan tertentu menurut penjelasan Pasal 22 ayat (1) UU PPh bisa badan pemerintah atau swasta. Badan pemerintah yang ditugaskan untuk memungut adalah Direktoran Jenderal Bea dan Cukai atau impor dan ekspor barang-barang tertentu yang ditentukan dalam Lampiran Peraturan Menteri nomor 107/PMK.010/2015. Jenis barangnya banyak banget. Bukang untuk dihapalkan.

    Kemudian badan-badan tertentu dari golongan BUMNBadan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk keperluan kegiatan usahanya wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian.

    Badan tertentu dari golongan BUMN yang saya maksud, menurut bahasa peraturannya:
    1. Badan Usaha Milik Negara, yaitu badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
    2. Badan Usaha Milik Negara yang dilakukan restrukturisasi oleh Pemerintah setelah berlakunya Peraturan Menteri ini, dan restrukturisasi tersebut dilakukan melalui pengalihan saham milik negara kepada Badan Usaha Milik Negara lainnya; dan
    3. badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia Gresik, PT Pupuk kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading & Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah, PT Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah,

    Golongan terakhir dari badan-badan tertentu adalah perusahaan swasta. Perusahaan swasta yang ditetapkan sebagai pemungut PPh Pasal 22 dibagi dua:
    • perusahaan yang memungut PPh Pasal 22 saat penjualan,
    • perusahaan yang memungut PPh Pasal 22 saat pembelian.
    Perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat penjualan adalah:
    1. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
    2. Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor, atas penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri;
    3. Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas;
    4. Badan usaha yang memproduksi emas batangan, atas penjualan emas batangan di dalam negeri.
    Perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi memungut PPh Pasal 22 sebesar:
    • 0,25% dari penjualan semua jenis semen;
    • 0,1% dari penjualan kertas
    • 0,3% dari penjualan baja;
    • 0,45% dari penjualan semua jenis kendaraan bermotor beroda dua atau lebih;
    • 0,3% penjualan semua jenis obat. 
    Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,45%  atas penjualan kendaraan bermotor.

    Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar:
    • 0,25% dari penjualan bahan bakar minyak untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakan umum Pertamina,
    • 0,3% dari penjualan bahan bakar minyak untuk penjualan kepada stasiun pengisian bahan bakar umum bukan Pertamina,
    • 0,3% dari penjualan bahan bakar minyak untuk penjualan kepada pihak selain diatas (bukan ke SPBU),
    • 0,3% dari penjualan bahan bakar gas dan pelumas.
    Badan usaha yang memproduksi emas batangan wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,45% dari harga jual emas batangan.


    Sedangkan perusahaan swasta yang wajib memungut PPh Pasal 22 saat pembelian yaitu:
    1. Industri atau eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industrinya atau ekspornya;
    2. Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan;

    Perusahaan sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan, wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 0,25% atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh badan usaha industri atau eksportir.

    Industri atau badan usaha yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, wajib memungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari harga beli dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.


    Milik siapa PPh Pasal 22?
    PPh Pasal 22 pada dasarnya adalah cicilan PPh pada tahun berjalan. Artinya pada akhir tahun, cicilan ini akan diperhitungkan sebagai kredit pajak PPh badan atau PPh orang pribadi.

    PPh Pasal 22 yang dikreditkan di SPT Tahunan ada dua bentuk:
    • Surat Setoran Pajak (SSP),
    • Bukti Pungut.

    PPh Pasal 22 yang berbentuk SSP artinya PPh Pasal 22 tersebut  dibayar langsung ke bank persepsi oleh wajib pajak yang bersangkutan pada saat transaksi. Transaksi yang wajib dibayar langsung oleh yang bersangkutan (artinya di SSP ditulis NPWP yang dapat mengkreditkan) adalah transaksi yang terkait dengan impor dan bendahara.

    Sedangkan selain impor oleh DJBC dan pembelian oleh bendahara, maka BUMN dan badan-badan tertentu dari swasta sebagai pemungut PPh Pasal 22. Dia wajib memungut PPh Pasal 22 orang lain dan wajib membuat Bukti Pungut.

    Kewajiban membuat Bukti Pungut tertulis dalam Pasal 6 ayat (2) Peraturan Menteri nomor 107/PMK.010/2015.

    Pemungut PPh Pasal 22 selain wajib membuat Bukti Pungut juga wajib menyetor PPh yang dipungut dengan kode pajak 411122-900 ke bank persepsi, kemudian melaporkan ke KPP terdaftar dalam SPT Masa PPh Pasal 22.

    Sedangkan pihak yang terpungut mendapat Bukti Pungut dan dapat dikreditkan pada akhir tahun di SPT Tahunan.

    Dari transaksi diatas, ada pengenaan PPh yang bersifat final yaitu penjualan bahan bakan minyak dan bahan bakar gas ke agen atau penyalur. Artinya, jika wajib pajak "semata-mata" hanya usaha tersebut, maka kewajiban PPh-nya tinggal pelaporan SPT Tahunan yang dilampiri Bukti Potong.



    Wednesday, August 5, 2015

    Dasar pengenaan PPN Atas Penyerahan Produk Rekaman Suara dan Gambar

    gambar dari www.tomshw.it
    Menteri Keuangan sudah mengembalikan dasar pengenaan PPN atas penyerahan produk rekaman suara dan gambar dari "nilai lain" menjadi nilai transaksi sebenarnya. Sejak tahun 1994, nilai lain penyerahan produk rekaman suara dan gambar adalah harga jual rata-rata. Dalam prakteknya, saat kita beli kaset, VCD, DVD, CD sudah melekar stiker "Lunas PPN". Nah, dasar pengenaan PPN tersebut adalah harga jual rata-rata.




    Penyerahan produk rekaman suara dan gambar sejak 1 Juli 2015 dikenai PPN berdasarkan harga sebenarnya. Menteri Keuangan sudah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 121/PMK.03/2015 yang menghapus penyerahan rekaman suara atau gambar dari daftar nilai lain.

    Karena dihapus dari daftar nilai lain, maka secara otomatis dasar pengenaan PPN kembali ke nilai jual secara umum.

    Berikut daftar nilai lain DPP PPN sejak 1 Juli 2015 menurut  Peraturan Menteri Keuangan nomor 121/PMK.03/2015 :
    a. untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; 

    b. untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/ atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian setelah dikurangi laba kotor; 

    c. dihapus; 

    d. untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film; 

    e. untuk penyerahan produk hasil tembakau adalah sebesar harga jual eceran; 

    f. untuk Barang Kena Pajak berupa persediaan dan/a tau aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan, adalah harga pasar wajar; 

    g. untuk penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan/atau penyerahan Barang Kena Pajak antat cabang adalah harga pokok penjualan atau harga perolehan; 

    h. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui pedagang perantara adalah harga yang disepakati antara pedagang perantara dengan pembeli; 

    i. untuk penyerahan Barang Kena Pajak melalui JUru lelang adalah harga lelang; 

    J. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau 

    k. untuk penyerahan jasa biro perjalanan wisata dan/ atau Jasa agen perjalanan wisata berupa paket wisata, pemesanan sarana angkutan, dan pemesanan sarana akomodasi, yang penyerahannya tidak didasari pada pemberian komisi/imbalan atas penyerahan jasa perantara penjualan adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagiham atau jumlah yang seharusnya ditagih;

    i. dihapus; 


    m. untuk penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding) yang di dalam tagihan jasa pengurusan transportasi tersebut terdapat biaya transportasi (freight charges) adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau seharusnya ditagih.   

    Tuesday, August 4, 2015

    Mulai Agustus 2015: Objek Pemotongan PPh Pasal 23 Semakin Banyak

    Objek Pemotongan PPh Pasal 23 Semakin Banyak
    PPh Pasal 23 adalah cicilan pembayaran pajak bagi penerima penghasilan. Cicilan ini dipotong dan dibayarkan ke Bank Persepsi oleh pemberi penghasilan. Mulai Agustus 2015 daftar perusahaan yang wajib memotong PPh Pasal 23 semakin banyak karena objek PPh Pasal 23 dari jenis penghasilan "lainnya" diperluas dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.03/2015. Berikut rinciannya:




    Jenis penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 menggunakan tarif 15% dari jumlah bruto terdiri dari :

    • dividen
    • bunga
    • royalti
    • hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain yang telah dipotong Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.


    Sedangkan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 menggunakan tarif 2% dari jumlah bruto terdiri dari :

    • Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, kecuali sewa tanah dan atau bangunan;
    • jasa teknik,
    • jasa manajemen,
    • jasa konsultan,
    • Jasa lainnya.



    Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.03/2015 yang berlaku 23 Agustus 2015 merinci jenis-jenis jasa lain yang dikenai atau dipotong PPh Pasal 23, yaitu

    1. Jasa penilai (appraisal);
    2. Jasa aktuaris;
    3. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
    4. Jasa hukum;
    5. Jasa arsitektur;
    6. Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
    7. Jasa perancang (design);
    8. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap;
    9. Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
    10. Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas); 
    11. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
    12. Jasa penebangan hutan;
    13. Jasa pengolahan limbah;
    14. Jasa penyedia tenaga kerja dan/ atau tenaga ahli (outsourcing services);
    15. Jasa perantara dan/ atau keagenan;
    16. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
    17. Jasa kustodian/penyimpanan/penitipan, kecuali yang dilakukan oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI);
    18. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
    19. Jasa mixing film;
    20. Jasa pembuatan saranan promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dan folder;
    21. Jasa sehubungan dengan software atau hardware atau sistem komputer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
    22. Jasa pembuatan dan/ atau pengelolaan website;
    23. Jasa internet termasuk sambungannya;
    24. Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
    25. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/ atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
    26. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan inempunyai izin dan/ atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
    27. Jasa perawatan kendaraan dan/ atau alat transportasi darat, laut dan udara;
    28. Jasa maklon;
    29. Jasa penyelidikan dan keamanan;
    30. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
    31. Jasa penyediaan tempat. dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi, dan/ atau jasa periklanan;
    32. Jasa pembasmian hama;
    33. Jasa kebersihan atau cleaning service;
    34. Jasa sedot septic tank
    35. Jasa pemeliharaan kolam;
    36. Jasa katering atau tata boga;
    37. Jasa freight forwarding;
    38. Jasa logistik;
    39. Jasa pengurusan dokumen;
    40. Jasa pengepakan;
    41. Jasa loading dan unloading;
    42. Jasa laboratorium dan/ atau pengujian kecuali yang dilakukan oleh lembaga atau insitusi pendidikan dalam rangka penelitian akademis;
    43. Jasa pengelolaan parkir;
    44. Jasa penyondiran tanah pengujian 
    45. Jasa penyiapan dan/ atau pengolahan lahan;
    46. Jasa pembibitan dan/ atau penanaman bibit;
    47. Jasa pemeliharaan tanaman;
    48. Jasa pemanenan;
    49. Jasa pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan, dan/atau perhutanan;
    50. Jasa dekorasi;
    51. Jasa pencetakan/penerbitan;
    52. Jasa penerjemahan;
    53. Jasa pengangkutan/ekspedisi kecuali yang telah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan;
    54. Jasa pelayanan kepelabuhanan;
    55. Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
    56. Jasa pengelolaan penitipan anak;
    57. Jasa pelatihan dan/ atau kursus;
    58. Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM;
    59. Jasa sertifikasi;
    60. Jasa survey;
    61. Jasa tester, dan
    62. Jasa selain jasa-jasa tersebut di atas yang pembayarannya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. 


    Hemm... jadi banyak sekali ya. Susah mengingatnya. Baiknya memang kalau sudah banyak begini menggunakan negative list saja. Semua jasa kecuali jasa tertentu.


    DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23
    Secara umum, objek PPh Pasal 23 itu dikenakan dari bruto, total penghasilan yang diterima. Tetapi Peraturan Menteri Keuangan nomor 141/PMK.03/2015 (artinya hanya berlaku untuk jenis "jasa lain") mengatur pengertian bruto.

    Penghasilan bruto jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

    Penghasilan bruto "jasa lain" selain jasa katering adalah seluruh jumlah penghasilan,  tidak termasuk

    • pembayaran gajl, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak penyedia tenaga kerja kepada tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, berdasarkan kontrak dengan pengguna jasa, sepanjang dapat dibuktikan dengan kontrak kerja dan daftar pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain; 
    • pembayaran kepada penyedia jasa atas pengadaan/pembelian barang atau material yang terkait dengan jasa yang diberikan, sepanjang dapat dibuktikan dengan faktur pembelian atas pengadaan/pembelian barang atau material; 
    • pembayaran kepada pihak ketiga yang dibayarkan melalui penyedia jasa, terkait Jasa yang diberikan oleh penyedia jasa, sepanjang dapat dibuktikan faktur tagihan dari pihak ketiga disertai dengan perjanjian tertulis ; dan/ atau
    • pembayaran kepada penyedia Jasa yang merupakan penggantian (reimbursement) atas biaya yang telah dibayarkan penyedia jasa kepada pihak ketiga dalam rangka pemberian jasa bersangkutan sepanjang dapat dibuktikan faktur tagihan dan/ atau bukti pembayaran yang telah dibayarkan oleh penyedia jasa kepada pihak ketiga. 



    DEFINISI
    Jasa maklon adalah pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa (disubkontrakkan) , yang spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, dan/ atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses sebagian atau seluruhnya disediakan oleh pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.

    Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer adalah kegiatan usaha yang dilakukan oleh pengusaha jasa penyelenggara kegiatan meliputi antara lain penyelenggaraan pameran, konvensi, pagelaran musik, pesta, seminar, peluncuran produk, konferensi pers, dan kegiatan lain yang memanfaatkan jasa penyelenggara kegiatan.

    Jasa freight forwarding adalah kegiatan usaha yang ditujukan untuk mewakili kepentingan pemilik untuk mengurus semua/ sebagian kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan/atau udara, yang dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan, penandaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen, penerbitan dokumen angkutan, perhitungan biaya angkutan, klaim, asuransi atas pengiriman barang serta penyelesaian tagihan dan biaya-biaya lainnya berkenaan dengan pengiriman barangbarang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang berhak menerimanya. 

    Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas) adalah jasa penunjang berupa:

    1. Jasa penyemenan dasar (primary cementing) yaitu penempatan bubur semen secara tepat di antara pipa selubung dan lubang sumur;
    2. Jasa pengontrolan pasir (sand control), yaitu jasa yang menjamin bahwa bagian-bagian formasi yang tidak terkonsolidasi tidak akan ikut terproduksi ke dalam rangkaian pipa produksi dan menghilangkan kemungkinan tersumbatnya pipa;         
    3. Jasa pengasaman (matrix acidizing), yaitu pekerjaan untuk memperbesar daya tembus formasi dan menaikan produktivitas dengan jalan menghilangkan material penyumbat yang tidak diinginkan;
    4. Jasa peretakan hidrolika (hydraulic), yaitu pekerjaan yang dilakukan dalam hal cara pengasaman tidak cocok, misalnya perawatan pada formasi yang mempunyai daya tembus sangat kecil;
    5. Jasa nitrogen dan gulungan pipa (nitrogen dan coil tubing), yaitu jasa yang dikerjakan untuk menghilangkan cairan buatan yang berada dalam sumur baru yang telah selesai, sehingga aliran yang terjadi sesuai dengan tekanan asli formasi dan kemudian menjadi besar sebagai akibat dari gas nitrogen yang telah dipompakan ke dalam cairan buatan dalam sumur;
    6. Jasa uji kandung lapisan (drill steam testing), penyelesaian sementara suatu sumur baru agar dapat mengevaluasi kemampuan berproduksi;      
    7. Jasa reparasi pompa reda (reda repair);
    8. Jasa pemasangan instalasi dan perawatan;
    9. Jasa penggantian peralatan/material;
    10. Jasa mud fogging, yaitu memasukkan lumpur ke dalam sumur;
    11. Jasa mud engineering;
    12. Jasa well logging dan perforating;
    13. Jasa stimulasi dan secondary decovery
    14. Jasa well testing dan wire line service;
    15. Jasa alat control navigasi lepas pantai yang berkaitan dengan drilling;
    16. Jasa pemeliharaan untuk pekerjaan drilling;
    17. Jasa mobilisasi dan demobilisasi anjungan drilling;
    18. Jasa directional drilling dan surveys;
    19. Jasa exploratory drilling;
    20. Jasa location stacking/positioning;
    21. Jasa penelitian pendahuluan;
    22. Jasa pembebasan lahan;
    23. Jasa penyiapan lahan pengeboran seperti pembukaan lahan, pembuatan sumur air, penggalian lubang cadangan, dan lain-lain;
    24. Jasa pemasangan peralatan rig;
    25. Jasa pembuatan lubang utama dan pembukaan lubang rig;
    26. Jasa pengeboran lubang utama dengan mesin bor kecil;
    27. Jasa penggalian lubang tambahan;
    28. Jasa penanganan penempatan sumur dan akses transportasi;
    29. Jasa penanganan arus pelayanan (service line) dan komunikasi;
    30. Jasa pengelolaan air (water system);
    31. Jasa penanganan rigging up dan/ atau rigging down;
    32. Jasa pengadaan sumber daya manusia dan sumber daya lain seperti peralatan (tools), perlengkapan (equipment) dan kelengkapan lain;
    33. Jasa penyelaman dan/atau pengelasan;
    34. Jasa proses completion untuk membuat sumur siap digunakan;
    35. Jasa pump fees;
    36. Jasa pencabutan peralatan bor;
    37. Jasa pengujian kadar minyak;
    38. Jasa pengurusan legalitas usaha;
    39. Jasa sehubungan dengan lelang;
    40. Jasa seismic reflection studies;
    41. Jasa survey geomagnetic, gravity, dan survey lainnya; dan
    42. Jasa lainnya yang sejenis yang terkait di bidang pengeboran, produksi dan/atau penutupan pertambangan minyak dan gas bumi (migas). 


    Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas) adalah semua jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang pertambangan umum berupa:

    1. Jasa pengeboran;
    2. Jasa penebasan;
    3. Jasa pengupasan dan pengeboran;
    4. Jasa penambangan;
    5. Jasa pengangkutan/sistem transportasi, kecuali jasa angkutan umum;
    6. Jasa pengolahan bahan galian;
    7. Jasa reklamasi tambang;
    8. Jasa pelaksanaan mekanikal, elektrikal, manufaktur, fabrikasi, dan penggalian/pemindahan tanah;
    9. Jasa mobilisasi dan/atau demobilisasi;
    10. Jasa pengurusan legalitas usaha;
    11. Jasa peminjaman dana;
    12. Jasa pembebasan lahan;
    13. Jasa stockpiling; dan
    14. Jasa lainnya yang sejenis di bidang pertambangan umum.


    Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara terdiri dari:
    • Bidang aeronautika
    • Bidang non-aeronautika 

    Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara bidang aeronautika termasuk:

    1. Jasa pendaratan, penempatan, penyimpanan pesawat udara, dan jasa lain sehubungan dengan pendaratan pesawat udara;
    2. Jasa penggunaan jembatan pintu (avio bridge);
    3. Jasa pelayanan penerbangan;
    4. Jasa ground handling, yaitu pengurusan seluruh atau sebagian dari proses pelayanan penumpang dan bagasinya serta kargo, yang diangkut dengan pesawat udara, baik yang berangkat maupun yang datang, selama pesawat udara di darat; dan
    5. Jasa penunjang lain di bidang aeronautika.
    Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara bidang non-aeronautika termasuk:



    1. Jasa katering di pesawat dan jasa pembersihan pantry pesawat; dan
    2. Jasa penunjang lain di bidang non-aeronautika.

    Sunday, August 2, 2015

    Manfaatkan Tahun Pembinaan Wajib Pajak untuk menghindari pemeriksaan pajak tahun 2015

    Manfaatkan Tahun Pembinaan WP sebelum diperiksa
    Sebenarnya, reinventing policy atau Tahun Pembinaan Wajib Pajak 2015 tidak memberikan fasilitas jaminan "tidak akan diperiksa" seperti kebijakan sunset policy tahun 2008. Tetapi dalam rangka mendukung program Tahun Pembinaan Wajib Pajak (TPWP), maka Direktur Jenderal Pajak membuat kebijakan pemeriksaan khusus melalui Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015. Wajib Pajak dapat menghindari pemeriksaan dengan memanfaatkan TPWP.





     Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 membagi kebijakan pemeriksaan terkait TPWP ini dalam dua bagian bagian (ini catatan saya):

    • belum ada usulan pemeriksaan,
    • intruksi dan SP2 sudah terbit tetapi pemeriksaan belum dimulai.
    Belum ada usulan pemeriksaan maksudnya adalah kantor pajak akan memilih-milih Wajib Pajak mana yang akan diusulkan untuk diperiksa. Setiap tahun DJP sebenarnya sudah menerbitkan kebijakan secara umum. Tetapi khusus 2015 ini dikaitkan dengan TPWP.

    Wajib Pajak yang diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan tahun 2015 menurut Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 :
    Wajib Pajak yang diterbitkan instruksi Pemeriksaan Khusus berdasarkan analisis risiko secara manual dan hasil analisis Informasi, Data, Laporan dan Pengaduan (IDLP) adalah Wajib Pajak yang telah diberi kesempatan oleh Kepala KPP melalui surat himbauan agar memanfaatkan kebijakan tahun pembinaan Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak namun tidak memanfaatkan kebijakan tersebut.

    Jika intruksi pemeriksaan sudah diterbitkan atau bahkan Surat Perintah Pemeriksaan (SP2) sudah diterbitkan tetapi pemeriksaan belum dimulai maka kebijakan  Surat Edaran nomor SE-53/PJ/2015 :
    sebelum pemeriksaan dilanjutkan, Kepala UP2 diminta untuk memberikan kesempatan kepada Wajib Pajak tersebut agar memanfaatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 dengan ketentuan sebagai berikut:
    1. Dalam hal UP2 adalah KPP, pemberian kesempatan tersebut dilakukan dengan menyampaikan surat panggilan oleh Kepala KPP kepada Wajib Pajak;
    2. Dalam hal UP2 adalah Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan, pemberian kesempatan tersebut dilakukan dengan menyampaikan surat panggilan oleh Kepala KPP kepada Wajib Pajak dengan tempat pemanggilan di Direktorat Pemeriksaan dan Penagihan.



    SE-53/PJ/2015 juga menyebutkan bahwa Wajib Pajak yang memenuhi panggilan dan memanfaatkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 diusulkan untuk dilakukan pembatalan instruksi/penugasan/persetujuan pemeriksaan.



    SAAT MULAI PEMERIKSAAN
    Pembatalan pemeriksaan dapat dilakukan sebelum pemeriksaan dimulai. Agar tidak "ketinggalan" maka perhatikan kapan pemeriksaan pajak dimulai. Saat mulai pemeriksaan diatur di Pasal 15 Peraturan Menteri Keuangan nomor 17/PMK.03/2013:
    Dalam hal Pemeriksaan dilakukan dengan jenis Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling lama 6 (enam) bulan, yang dihitung sejak Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak, sampai dengan tanggal SPHP disampaikan kepada Wajib Pajak, wakil, kuasa, pegawai, atau anggota keluarga yang telah dewasa dari Wajib Pajak.
    Atau jika pemeriksaan dilakukan dengan jenis pemeriksaan kantor maka pemeriksaan dimulai sejak Wajib Pajak datang memenuhi Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor.

    Jika pemeriksaan sudah dimulai, maka proses pemeriksaan harus diteruskan sampai selesai, dan Wajib Pajak menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kecuali berdasarkan pertimbangan tertentu dari Dirjen Pajak.

    Jadi......
    Manfaatkanlah TPWP dengan merespon Surat Himbauan dari kantor pajak.