Monday, May 25, 2015

Pemungutan Pajak Penghasilan Penjualan Barang Sangat Mewah

Pajak Penghasilan atas Penjualan Barang Sangat Mewah
gambar diambil dari refinedguy.com
Pemungutan Pajak Penghasilan diamanatkan oleh Pasal 22 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh. Ketentuan ini berbunyi, "Menteri Keuangan dapat menetapkan Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah." Berdasarkan amanat ini kemudian menteri keuangan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 253/PMK.03/2008 yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015. Berikut ini ketentuan pemungutan Pajak Penghasilan atas penjualan barang sangat mewat oleh badan tertentu.


Walaupun disebutkan Wajib Pajak badan tertentu, tetapi tidak pernah disebutkan secara khusus kriteria "tertentu", kecuali penjual. Artinya bahwa Wajib Pajak badan tertentu adalah Wajib Pajak badan yang melakukan penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

Barang yang tergolong sangat mewah adalah :
  1. pesawat terbang pribadi dan helikopter pribadi;
  2. kapal pesiar, yacht, dan sejenisnya;
  3. rumah beserta tanahnya, dengan harga jual atau harga pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 400m2 (empat ratus meter persegi);
  4. apartemen, kondominium, dan sejenisnya, dengan harga jual atau pengalihannya lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) atau luas bangunan lebih dari 150m2 (seratus lima puluh meter persegi);
  5. kendaraan bermotor roda empat pengangkutan orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport utility vehicle (suv), multi purpose vehicle (mpv), minibus, dan sejenisnya, dengan harga jual lebih dari Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 3.000cc; dan/atau
  6. kendaraan bermotor roda dua dan tiga, dengan harga jual lebih dari Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau dengan kapasitas silinder lebih dari 250cc.  

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 menghilangkan batasan harga jual untuk penjualan pesawat terbang pribadi dan kapal pesiar. Artinya berapapun harga kapal pesiar maka penjual wajib memungut Pajak Penghasilan. 

Besarnya Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari harga jual tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM).

Pajak Penghasilan ini merupakan cicilan pajak pada tahun berjalan. Pada akhir tahun, pembeli barang sangat mewah dapat mengkreditkan Pajak Penghasilan ini. Inilah kenapa disebut pemungutan Pajak Penghasilan.  

Disebut pemungutan Pajak Penghasilan karena pembayar Pajak Penghasilan adalah pembeli, bukan penerima penghasilan. Berbeda dengan pemotongan Pajak Penghasilan. Disebut pemotongan Pajak Penghasilan karena pembayar Pajak Penghasilan adalah penerima penghasilan (penjual).

Pemungut Pajak Penghasilan wajib memberikan tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dipungut setiap melakukan pemungutan. Pemungut Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat Setoran Pajak. Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 90/PMK.03/2015 memberikan pengecualian pemungutan Pajak Penghasila jika pembeli bukan subjek pajak. Menurut Pasal 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan, dikecualikan sebagai subjek pajak adalah:
  1. kantor perwakilan negara asing;
  2. pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
  3. organisasi-organisasi internasional dengan syarat: Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
  4. pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 




Sunday, May 24, 2015

Pengurangan Atau Penghapusan Sanksi Administrasi Tahun 2015

Manfaatkan Penghapusan Sanksi Administrasi Pajak Tahun 2015
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tentang Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Penyampaian  Surat Pemberitahuan, Pembetulan Surat Pemberitahuan, dan Keterlambatan Pembayaran atau Penyetoran Pajak sering disebut-sebut sebagai Sunset Policy Jilid II setelah tahun 2008. Ada juga yang menyebut sebagai Reinventing Policy. Apapun istilah "mereka", dalam Bahasa Indonesia program yang dimaksud adalah Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi (disingkat PPSA). Program PPSA diadakan pada tahun 2015 karena tahun ini disebut sebagai Tahun Pembinaan Wajib Pajak. Setelah tahun pembinaan, tahun depan direncanakan akan dilakukan program penegakkan hukum yang lebih keras.


Tujuan PPSA ini ada dua, pertama tujuan penerimaan dengan mendorong Wajib Pajak menyampaikan Surat Pemberitahuan, membayar atau menyetorkan kekurangan pembayaran pajak dalam Surat Pemberitahuan, serta melaksanakan pembetulan Surat Pemberitahuan di tahun 2015, kedua tujuan membangun basis perpajakan yang kuat. Begitu yang tertulis di peraturan menteri keuangan :D

Perbedaan PPSA dengan sunset policy Tahun 2008 bisa dilihat dari beberapa sisi, diantaranya dari:

  1. dasar hukum: Sunset Policy tahun 2008 menggunakan Pasal 37A Undang-Undang KUP, PPSA menggunakan Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP;
  2. jenis pajak: Sunset Policy Tahun 2008 hanya terbatas SPT Tahunan Pajak Penghasilan sedangkan PPSA berlaku untuk SPT Tahunan Pajak Penghasilan dan SPT Masa semua jenis pajak baik PPh maupun PPN;
  3. tahun pajak: Sunset Policy untuk Tahun Pajak 2007 dan sebelumnya, sedangkan PPSA berlaku untuk SPT Tahunan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya, dan SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya;
  4. metode penghapusan sanksi: pada Sunset Policy tahun 2008 sanksi dihapuskan secara otomatis (tidak diterbitkan produk hukum berupa STP), sedangkan dalam PPSA sanksi administrasi dihapuskan dengan cara Wajib Pajak mengajukan permohonan terlebih dahulu;
  5. surat pernyataan: pada Sunset Policy tahun 2008 tidak ada syarat dan kewajiban membuat surat pernyataan, sedangkan PPSA mengharuskan Wajib Pajak membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, pembetulan SPT, dan/atau keterlambatan pembayaran dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.

Dasar hukum PPSA adalah Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009. Secara lengkap berbunyi:
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat:a. mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya;b. mengurangkan atau membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar;c. mengurangkan atau membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 yang tidak benar; ataud. membatalkan hasil pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:   1. penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau   2. pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.


Pasal 36 ayat (1) huruf a Undang-Undang KUP menyebutkan "karena kekhilafan Wajib Pajak atau bukan karena kesalahannya". Ini adalah alasan dikurangkan atau dihapuskannya sanksi administrasi. Tanpa alasan ini, DJP tentu tidak boleh mengurangkan atau menghapus. Karena itu, Pasal 4 ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 mensyaratkan surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran pajak, dan/atau pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak. Penandatangan dilakukan oleh wakil atau pengurus yang tercantum dalam SPT Tahunan PPh Badan dalam hal Wajib Pajak badan dan tidak dapat dikuasakan.

Ruang lingkup kekhilafan atau bukan karena kesalahan Wajib Pajak yaitu:
  1. keterlambatan penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya;
  2. keterlambatan pembayaran atau penyetoran atas kekuranga pembayaran pajak yang terutang berdasarkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya;
  3. keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak sebagaimana tercantum dalam SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya; dan/atau
  4. pembetulan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dengan kemauan sendiri atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan untuk Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa untuk Masa Pajak Desember 2014 dan sebelumnya yang mengakibatkan utang pajak menj adi lebih besar,  
yang dilakukan pada tahun 2015. 

Saya sengaja menebalkan "yang dilakukan pada tahun 2015" untuk menegaskan bahwa PPSA ini hanya berlaku 2015 saja. Tidak berlaku untuk keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang dilakukan tahun sebelumnya atau setelahnya. PPSA ini juga berlaku bagi Wajib Pajak yang melakukan pembetulan SPT Tahunan atau masa yang dilakukan dari bulan Januari sampai dengan April 2015, atau dilakukan sebelum diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 hanya mencakut sanksi administrasi yang timbul sebagai akibat dari pembetulan, pembayaran, dan/atau pelaporan dilakukan Wajib Pajak di tahun 2015. Pembetulan, pembayaran, dan/atau pelaporan tersebut dibatasi atas SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya.

Apabila Wajib Pajak belum pernah membayar pajak yang terutang dan melaporkannya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar, maka apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran dan melaporkan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya di tahun 2015, sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan pengurangan atau penghapusan.

Apabila Wajib Pajak merasa bahwa pembayaran pajak yang terutang dan pelaporannya dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka apabila Wajib Pajak melakukan pembayaran atas kekurangan pembayaran pajaknya dan membetulkan SPT-nya di tahun 2015, sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan penghapusan.


Apabila ada orang pribadi/badan yang seharusnya sudah terdaftar sebagai Wajib Pajak akan tetapi belum mendaftarkan diri maka apabila orang pribadi/badan tersebut mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP, dan kemudian melakukan pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak 2014 dan sebelumnya dan/atau SPT Masa Desember 2014 dan sebelumnya di tahun 2015, maka sanksi administrasi yang dikenakan kepada Wajib Pajak akan diberikan penghapusan.
Sasaran Kebijakan Pengurangan dan Penghapusan Sanksi Administrasi di Tahun 2015



Untuk mendapatkan fasilitas PPSA, Wajib Pajak harus mengajukan surat permohonan ke kantor pajak dengan menyampaikan:

  1. surat pernyataan yang menyatakan bahwa keterlambatan penyampaian SPT, keterlambatan pembayaran pajak, dan/atau pembetulan SPT dilakukan karena kekhilafan atau bukan karena kesalahan dan ditandatangani di atas meterai oleh Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak orang pribadi atau wakil Wajib Pajak dalam hal Wajib Pajak badan;
  2. fotokopi SPT atau SPT pembetulan yang disampaikan atau print-out SPT atau SPT pembetulan berbentuk dokumen elektronik yang disampaikan;
  3. fotokopi bukti penerimaan atau bukti pengiriman surat yang dianggap sebagai bukti penerimaan penyampaian SPT atau SPT pembetulan;
  4. fotokopi Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan pajak terutang yang tercantum dalam SPT Masa atau bukti pelunasan kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan atau bukti pelunasan pajak yang kurang dibayar yang tercantum dalam SPT pembetulan; dan
  5. fotokopi Surat Tagihan Pajak.
Satu surat permohonan hanya untuk satu Surat Tagihan Pajak (STP). Undang-Undang KUP mengharuskan sanksi administrasi dalam bentuk STP. Jadi, selama STP tidak diterbitkan, maka tidak ada sanksi administrasi. Belum timbul sanksi administrasi walaupun perbuatannya sudah terjadi. Nah, jika tidak ada sanksi administrasi (STP), maka apa yang dihapus?
Contoh Format Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi


Contoh Format Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
Contoh Format Surat Permohonan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi



Jika Wajib Pajak mendapatkan beberapa STP di tahun 2015 dan akan mengajukan penghapusan, maka surat permohonan juga harus beberapa. Dan masing-masing surat permohonan melampirkan dokumen diatas.

Kapan Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan penghapusan sanksi administrasi? Segera setelah menerima STP, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan. Meskipun batas akhir pengajuan permohonan tidak dibatasi, namun Wajib Pajak secepatnya mengajukan permohonan penghapusan sanksi agar segera mendapat kepastian dan tidak dilakukan tindakan penagihan terhadap STP tersebut. Berdasarkan Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015 tindakan penagihan atas STP akan ditangguhkan jika Wajib Pajak menyampaikan surat permohonan PPSA.

Sanksi administrasi yang termasuk dalam ruang lingkup kebijakan PPSA yaitu:
  1. denda karena keterlambatan penyampaian SPT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP;
  2. bunga karena pembetulan SPT Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang KUP;
  3. bunga karena pembetulan SPT Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP;
  4. bunga karena keterlambatan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang dalam SPT Masa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang Undang KUP;
  5. bunga karena keterlambatan pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang tercantum dalam SPT Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2b) Undang-Undang KUP;dan/atau
  6. denda terkait Faktur Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) Undang-Undang KUP.

PENGHAPUSAN SANKSI PENAGIHAN
Selain Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.03/2015, terdapat fasilitas lain yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak terkait penghapusan sanksi administrasi yaitu sanksi bunga penagihan. Fasilitas penghapusan sanksi bunga penagihan diatur secara khusus di Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015.

Kebijakan ini diterbitkan dalam rangka mendorong Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak sebagai usaha meningkatkan penerimaan negara.

Syarat menggunakan fasilitas penghapusan sanksi bunga penagihan diatur pada Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 29/PMK.03/2015, yaitu:

  1. Wajib Pajak yang melunasi Utang Pajak sebelum tanggal 1 Januari 2016, dan 
  2. Utang Pajak yang timbul sebelum tanggal 1 Januari 2015. 


Sanksi administrasi berupa bunga penagihan diatur pada Pasal 19 Undang-Undang KUP. Lebih lengkap berbunyi:

  1. Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
  2. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
  3. Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan. 


Untuk memanfaatkan fasilitas penghapusan sanksi administrasi berupa sanksi bunga penagihan, Wajib Pajak harus mengajukan surat permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar dengan menggunakan contoh format berikut:
Contoh Format Surat Permohonan Penghapusan Sanksi Bunga Penagihan
Contoh Format Surat Permohonan Penghapusan Sanksi Bunga Penagihan


Selain itu, surat permohonan penghapusan sanksi administrasi juga harus:

  1. dibuat satu permohonan untuk satu Surat Tagihan Pajak, kecuali dalam hal atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali diterbitkan lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak, maka 1 (satu) permohonan dapat diajukan untuk lebih dari 1 (satu) Surat Tagihan Pajak; 
  2. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia; 
  3. melampirkan bukti pelunasan Utang Pajak berupa Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran Pajak; 
  4. disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar; dan
  5. ditandatangani oleh Wajib Pajak dan dalam hal surat permohonan ditandatangani bukan oleh Wajib Pajak, surat permohonan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) Undang-Undang KUP. 




Selamat menikmati fasilitas perpajakan di tahun 2015


Sunday, May 3, 2015

Kemajuan Wanita Jogja dan Peran Teknologi 4G

Wanita Jogja dan Teknologi 4G

Apa sih Hubungannya Wanita Yogyakarta dengan teknologi? 
Sebenarnya dua hal tersebut sangatlah berkaitan erat, Yogyakarta sebagai salah satu kota dengan jumlah mahasiswa dan mahasiswi paling banyak di indonesia mempunyai andil yang sangat besar dalam perkembangan teknologi, begitupun sebaliknya, teknologi yang ada sekarang ini juga mempunyai peran yang sangat luar biasa pula bagi mahasiswa dan Mahasiswi Yogyakarta. Sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang sangat erat antara Perempuan Jogja khususnya para Mahasiswi, Mahasiswa dan Teknologi itu sendiri.

Kemajuan Wanita Jogja

Yogyakarta sebagai kota pelajar dengan ribuan Mahasiswa dan Mahasiswinya, sudah dapat dipastikan menjadi pasar yang sangat menjanjikan bagi perkembangan teknologi saat ini, mengapa? karena pada kenyataannya teknologi sangat lah melekat erat pada Mahasiswa maupun Mahasiswi Jogja, Sebagai kaum intelek yang harus selalu melek dengan teknologi, tentunya para Cewek Jogja harus selalu up to date dengan teknologi-teknologi terbaru, tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk mempermudah komunikasi, pekerjaan dan hal-hal positif lainnya.

Wanita Jogjakarta dan Teknologi

Lalu apa pentingnya Teknolgi 4G bagi para Wanita Jogja
Perkembangan dan dampak teknologi dalam dunia komunikasi yang begitu pesat memberikan dampak yang cukup positif bagi wanita. Bagi sebagian wanita teknologi dijadikan sebagai alat memperjuangkan untuk memperoleh kesetaraan dengan laki-laki. Dengan adanya teknologi dalam dunia komunikasi Khususnya Teknologi 4G di Yogyakarta sekarang Wanita Jogja menjadi lebih mudah untuk menunjukkan keberadaanya. Adanya perkembangan teknologi dalam dunia komunikasi, Perempuan Yogyakarta saat ini dapat dengan mudah untuk menyebarkan gagasan dan ide mereka dalam dunia pendidikan, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Gagasan dan ide tersebut biasanya dapat memberi sumbangsih bagi wanita lainnya untuk bisa lebih maju dan berkembang. Perkembangan teknologi juga dapat mengubah paham bahwa dunia wanita tidak hanya di rumah saja tetapi berkembang lebih luas.

Perempuan Jogja dalam Menghadapi Kemajuan Teknologi

Lalu Apa yang seharusnya di lakukan Wanita Yogyakarta dalam menghadapi kemajuan teknologi?
Dalam era modern sekarang ini, ban yak bukti yang menunjukkan bahwa wanita berperan besar dalam perkembangan dunia teknologi. Tanpa kehadiran dan kerja keras para wanita-wanita hebat tersebut mungkin kita (laki-laki dan wanita) tak bisa dengan enak dan nyaman menggunakan teknologi. Salah satu contohnya adalah Sheryl Sandberg, COO Facebook. Sheryl Sandberg juga memiliki kisah dengan Perusahaan besar Google. Ia pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Perusahaan Penjualan Online Global. Di Facebook, Sheryl Sandberg kini menjabat sebagai Chief Operation Officer. Ia menduduki posisi tersebut pada bulan Maret 2008. Ia adalah wanita yang menjadi Vice Precident didalam Google tetapi Mark Zuckerberg sangat senang melihat kecerdasan yang ia punya dalam mencari jumlah khalayak dalam bidang penjualannya di teknologi (sekali lagi dampak teknologi ternyata cukup besar) dan ditariklah Sherly bergabung dengan facebook lalu posisi kedudukan Sheryl di kantor Facebook adalah posisi teratas nomor dua setelah Mark Zuckerberg sendiri.

Kisah di atas nempaknya bisa menjadikan para wanita, khususnya para Perempuan Jogja untuk terus berkarya, memanfaatkan teknologi komunikasi yang ada, mencoba keluar dari zona nyamannya dan menjadi Wanita Jogja yang hebat serta menjadikan yogyakarta menjadi pusat perkembangan teknologi dunia.

Saya rasa cukup sekian Artikel mengenai Peran Teknologi 4G Terhadap Kemajuan Wanita Yogyakarta kali ini, semoga para perempuan-perempuan hebat ini bisa membawa kemajuan dan perubahan yang sengat hebat bagi indonesia dengan kemampuannya memanfaatkan teknologi komunikasi yang sudah ada. Semoga Bermanfaat