Friday, June 9, 2017

Indonesia Menandatangani Perjanjian Perpajakan Multilateral

OECD telah melakukan inisiasi gerakan anti penghindaran pajak. Tax treaty bilateral salah satu kelemahan dari aturan perpajakan global. Sejarah tax treaty bilateral memang dari semangat untuk menghilangkan kewenangan aturan domestik. Tujuannya supaya tidak dobel pemajakan. Objek yang sama dipajaki dua negara, negara sumber dan negara domisili.

Karena dibuat dengan kacamata negara per negara, para ahli tax treaty kemudian melihat lubang-lubang yang dapat dimanfaatkan (biasa disebut treaty shoping). Akibatnya penghasilan dapat didesain jadi bebas pajak dimana pun. Kasus Apple, Microsoft, Google, dan perusahaan digital lainnya dengan mudah lolos dari aturan pajak dengan memanfaatkan kelemahan tax treaty.

Pasca kasus perusahaan digital naik ke tingkat dunia, maka OECD kemudian memprakarsai BEPS untuk menutup lubang tax treaty konvensional. 

Untuk melengkapi aturan anti penghindaran pajak diantaranya dengan melengkapi tax treaty khusus terkait program BEPS. Namun jika dilakukan secara bilateral maka akan memakan waktu yang sangat panjang dan melelahkan karena banyaknya negara yang terkait. Disampingnya itu, proses pembuatan treaty juga panjang.

Untuk memotong prosedur dan mempersingkat waktu maka tax treaty dibuat Multilateral. Pada tanggal 7 Juni 2017 tax treaty Multilateral ditandatangani oleh 68 negara termasuk Indonesia. Ini adalah penandatanganan tahap pertama!

Menteri Keuangan telah mewakili Indonesia Menandatangani tax treaty tersebut. 

Berikut ini adalah sambutan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang ditulis di buku dan disalin di laman Facebook. Saya salin kembali di bawah ini.

https://www.facebook.com/smindrawati/posts/1513798342027496


Paris, 7 Juni 2017

Hari ini Indonesia menandatangani Multilateral Instrument on Tax Treaty (MLI) di kantor pusat OECD Paris, Perancis. MLI merupakan modifikasi pengaturan Tax Treaty secara serentak, sinkron-simultan dan efisien, tanpa melalui proses negosiasi bilateral.  Dengan 68 negara yang ikut menandatangani hari dan akan segera disusul 30 negara lain, maka Indonesia dapat mengamankan penerimaan pajak dengan mencegah penghindaran pajak dalam bentuk penyalahgunaan tax treaty, penghindaran yang dilakukan Bentuk Usaha Tetap dengan memecah fungsi organisasi, memecah waktu kontrak, rekayasa kontrak, rekayasa kepemilikan yang bertujuan menghindari kewajiban perpajakan di Indonesia.

MLI merupakan upaya bersama secara global untuk mencegah praktik-praktik yang dilakukan wajib pajak/badan usaha untuk mengalihkan keuntungan dan menggerus basis pajak suatu negara atau disebut sebagai "base erosion and profit shifting".

Kita harus terus menerus berjuang untuk memerangi penghindaran dan pengalihan pajak oleh pembayar pajak Indonesia, termasuk melalui pengumpulan informasi perpajakan, baik yang ada di Indonesia maupun yang ditempatkan dan disembunyikan di luar Indonesia. Oleh karena itu, Indonesia ikut dalam kesepakatan pertukaran informasi untuk keperluan perpajakan atau automatic exchange of information. Oleh karena itu, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 tahun 2017 yang dilaksanakan dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 70 tahun 2017.

Tanpa kerjasama internasional, para wajib pajak kita terutama 1-5% terkaya dan badan usaha akan mudah menghindari kewajiban membayar pajak. Bila indonesia tidak mampu mengumpulkan pajak, terutama dari kelompok terkaya dan masyarakat yg mampu, maka kita tidak akan mampu membangun sekolah, madrasah, dan pendidikan yg baik, tidak mampu membayar anggaran kesehatan yang cukup, tidak mampu membayar guru, polisi, tentara, hakim, tidak mampu membantu petani, nelayan, dan usaha kecil, dan Indonesia tidak mampu membangun infrastruktur, air bersih, jalan raya, listrik, pelabuhan, dll.

Tanpa pajak kita tidak mampu menjaga keutuhan dan kemerdekaan kita, dan tidak mungkin menciptakan indonesia yg maju, adil dan makmur serta bermartabat.


Sri Mulyani Indrawati.

Wednesday, June 7, 2017

Rekening Keuangan Saldo 1 Milyar Rupiah Wajib Dilaporkan

Kementerian Keuangan baru-baru ini meralat batas minimum saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak yang semula 200 juta rupiah menjadi 1 milyar rupiah. Perubahan batasan saldo ini tertuang dalam siaran pers yang dikeluarkan Kementrian Keuangan, Rabu (7/6). Dengan perubahan ini berarti hanya 0,25% rekening keuangan yang wajib dilaporkan.



Padahal Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 bertanggal 31 Mei 2017. Pasal 19 Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017  menyebutkan bahwa batasan minimal saldo rekening keuangan yang wajib dilaporkan ke Direktorat Jenderal Pajak adalah 200 juta rupiah.

Artinya, baru berlaku 6 hari Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 sudah dilakukan revisi. Tetapi siaran pers tidak menyebutkan peraturan menteri keuangan yang merevisi Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017.

Berikut siaran pers yang merevisi batasan minimum saldo rekening keuangan :

raden agus suparman : rekening keuangan saldo 1 milyar wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak
silakan klik gambar untuk memperjelas

raden agus suparman : rekening keuangan saldo 1 milyar wajib dilaporkan ke Ditjen Pajak


Siapa Yang Wajib Melaporkan Rekening Keuangan ke Ditjen Pajak?

raden agus suparman : Siapa yang wajib melaporkan rekening keuangan ke DJP
Lembaga keuangan mulai tahun depan memiliki kewajiban baru yaitu melaporkan rekening keuangan ke Ditjen Pajak. Sebelumnya, rekening keuangan merupakan rahasia perbankan, bahkan Ditjen Pajak perlu ijin ke OJK melalui Menteri Keuangan jika akan membuka rekening bank. Tapi sejak terbit Perppu nomor 1 tahun 2017 maka rahasia perbankan tersebut dihapus untuk tujuan perpajakan.


Banyak yang mengira bahwa Perppu nomor 1 tahun 2017 mewajibkan nasabah melaporkan tabungannya ke Ditjen Pajak. Padahal Perppu nomor 1 tahun 2017 mewajibkan pelaporan rekening keuangan milik nasabah bank melalui OJK. 

Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 mengatur lebih detil bagaimana lembaga keuangan harus lapor. Pasal 7 ayat (1) huruf a mengatur bahwa lembaga keuangan pelapor wajib menyampaikan laporan yang berisi informasi keuangan untuk setiap rekening keuangan yang wajib dilaporkan kepada: Direktorat Jenderal Pajak melalui Otoritas Jasa Keuangan.

Selanjutnya, Pasal 8 ayat (7) Peraturan Menteri Keuangan nomor 70/PMK.03/2017 mengatur bahwa terhadap penyampaian laporan berlaku ketentuan sebagai berikut:

  • laporan dimaksud disampaikan kepada Otoritas Jasa Keuangan paling lambat tanggal 1 Agustus setiap tahun; dan
  • Otoritas Jasa Keuangan menyampaikan laporan dan daftar LJK yang tidak menyampaikan laporan kepada Direktorat Jenderal Pajak paling lambat tanggal 31 Agustus setiap tahun.

Walaupun demikian, melaporkan tabungan ke Ditjen Pajak merupakan kewajiban setiap Wajib Pajak. Tetapi mekanisme pelaporannya melalui SPT Tahunan yang biasaya dilaporkan setiap tahun. Selain itu, tidak perlu dilaporkan account by account. Cukup dilaporkan saldo totalnya per 31 Desember. Itu pun jika nilai saldo tabungan cukup material.

Pihak yang paling khawatir dengan era keterbuakaan informasi keuangan adalah wajib pajak orang pribadi. Hal ini karena wajib pajak orang pribadi cenderung menyembunyikan harta yang sebenarnya.

Sebenarnya tabungan atau harta bukan objek Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Tetapi saldo atau mutasi rekening keuangan dapat dijadikan bukti bahwa seseorang memiliki penghasilan tertentu.

Nah, harta atau tabungan yang dilaporkan dalam SPT Tahunan akan disandingkan dengan saldo rekening keuangan yang disampaikan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Hal ini akan menjadi triger untuk pengujian kewajiban perpajakan lebih lanjut.

Bayangan saya, informasi rekening keuangan tersebut tidak semuanya disampaikan ke petugas pajak. Terlalu banyak informasi yang harus disaring secara manual jika semuanya disampaikan ke tingkat petugas.

Bagusnya, informasi rekening keuangan tersebut diolah oleh server kantor pusat dan dimasukkan ke dalam mesin kepatuhan perpajakan (compliance risk management).

Seperti diberitakan oleh Kontan, Ditjen Pajak baru akan menggunakan mesin kepatuhan perpajakan mulai tahun 2018. Hasil dari mesin ini baru disampaikan ke petugas yang tepat, apakah harus dilakukan penyidikan, pemeriksaan, atau cukup dengan himbauan untuk memperbaiki SPT Tahunan.



 

Thursday, June 1, 2017

Begini Cara Membuat Certificate of Taxpayer Residency di KPP Terdaftar

Certificate of taxpayer residency adalah identitas kependudukan menurut perpajakan. Dimana kita terdaftar sebagai pembayar pajak atau wajib pajak maka disitu kita tercatat sebagai penduduk menurut administrasi perpajakan. Disebut juga dengan Surat Keterangan Domisili (SKD) atau CoD (certificate of domicile). SKD atau CoD berlaku untuk seluruh dunia. Fungsinya mirip passport warga negara. 



Wajib Pajak dapat mengajukan SKD ke kantor pajak terdaftar jika memenuhi syarat :

  • berstatus wajib pajak dalam negeri menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan;
  • memiliki NPWP

Menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-08/PJ/2017 bahwa SKD untuk subjek pajak dalam negeri diterbitkan untuk satu tahun pajak atau bagian tahun pajak tertentu, misal tahun pajak 2017, dengan menyebutkan lawan transaksi di negara mitra.

Tetapi untuk wajib pajak tertentu, SKD berlaku selama 36 bulan sejak diterbitkan dan tidak perlu disebutkan lawan transaksi. Wajib Pajak tertentu yang dimaksud yaitu wajib pajak :

  • perbankan;
  • pasar modal;
  • perasuransian;
  • dana pensiun;
  • pembiayaan;
  • jasa keuangan lainnya; atau
  • terdaftar di bursa efek.
Untuk mendapatkan SKD, wajib pajak harus mengajukan permohonan ke kantor pajak terdaftar. Misal wajib pajak berdomisili di Kecamatan Kebayoran Lama dan terdaftar di KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama, maka permohonan ke KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama. 


contoh format permohonan SKD SPDN

Pengajuan permohonan SKD SPDN harus memenuhi ketentuan:

  1. diajukan untuk satu Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra, dan satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
  2. diisi dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia;
  3. ditandatangani oleh Wajib Pajak atau wakil Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak;
Permohonan SKD SPDN paling sedikit berisi informasi berupa:
  • nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, nomor telepon, dan alamat surat elektronik (email) Wajib Pajak yang mengajukan permohonan SKD SPDN
  • nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat, nomor telepon, dan alamat surat elektronik (email) wakil atau kuasa dari Wajib Pajak yang mengajukan permohonan SKD SPDN, dalam hal diwakilkan atau dikuasakan;
  • nama Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra tempat penghasilan bersumber;
  • Masa Pajak dan Tahun Pajak yang diajukan SKD SPDN;
  • nama dan taxpayer identification number lawan transaksi di Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra; dan
  • penjelasan mengenai penghasilan yang bersumber dari Negara Mitra atau Yurisdiksi Mitra;

Dan yang penting, jangan lupa lampiran permohonan juga harus lengkap. Berikut lampiran yang mungkin harus disertakan dalam permohonan SKD :
  • surat pernyataan penghasilan bermeterai untuk Wajib Pajak tidak menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tertentu,
  • surat pernyataan kedudukan bermeterai,
  • Formulir Khusus, dalam hal Wajib Pajak meminta pengesahan Formulir Khusus; dan/atau
Surat pernyataan kedudukan bermaterai wajib disertakan untuk wajib pajak :
  1. baru terdaftar dan belum memiliki kewajiban penyampaian SPT Masa PPh Pasal 25 yang melewati batas waktu penyampaiannya;
  2. orang pribadi yang menurut ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT Tahunan; atau
  3. orang pribadi yang tidak menjalankan kegiatan usaha atau tidak melakukan pekerjaan bebas yang saat SKD SPDN diajukan belum melewati batas waktu penyampaian SPT Tahunan untuk Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak yang diajukan SKD SPDN, 
Contoh format permohonan SKD dan lampirannya bisa diunduh di ortax