Wednesday, November 25, 2015

Pengertian, Prinsip, dan Metode Pemeriksaan Fisik Umum

Baiklah sobat, kali ini kita akan membahas mengenai Pengertian, Prinsip, dan Metode Pemeriksaan Fisik Umum, langsung saja kita masuk ke dalam pembahasannya.

PENGERTIAN PEMERIKSAAN FISIK UMUM

Pemeriksaan fisik adalah salah satu elemen penting dari proses menentukan diagnosis sebuah penyakit. Diagnosis dilakukan untuk mengetahui penyakit pasien, agar dapat memberikan terapi yang tepat pada pasien tersebut.

Pemeriksaan fisik adalah komponen pengkajian kesehatan yang bersifat objektif yang dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan pada tubuh pasien dengan melihat keadaan pasien (inspeksi), meraba suatu sistem atau organ yang hendak diperiksa (perkusi), mengetuk suatu sistem atau organ yang hendak diperiksa (palpasi), dan mendegarkan menggunakan stetoskop (auskultasi).

URUTAN DIAGNOSIS

Anamnesis

Anamnesis adalah pemeriksaan tahap awal yang dilakukan dengan wawancara dan dapat membantu menegakkan diagnosa hingga 80%, anamnesis ini bersifat subjektif.
Tujuannya untuk menegakkan gambaran kesehatan pasien secara umum, dan mengetahui riwayat penyakit pasien.

Anamnesis dapat dilakukan langsung kepada pasien (autoanamnesis) atau terhadap keluarga atau kerabat terdekat pasien (hetero/alloanamnesis)

Pada anamnesis yang perlu ditanyakan adalah:

1. Identitas Pasien : Terkait nama, umur, alamat, pekerjaan, dll
2. Anamnesis penyakit : Keluhan utama, riwayat penyakit sekarang (onset, frekuensi, sifat, waktu, durasi, lokasi), riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga (keturunan/penularan), keluhan tambahan, riwayat pekerjaan.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan menilai keadaan umum, tanda vital, menilai status mental dan cara berfikir, juga menilai langsung sistem atau organ yang berkaitan dengan keluhan pasien dengan:
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan ini bertujuan untuk membantu diagnosa ketika anamnesis dan pemeriksaan fisiknya belum mendapatkan hasil. Dan juga dapat dilakukan untuk memastikan diagnosa meskipun anamnesi dan pemeriksaan fisiknya sudah mencapai titik terang.

Contoh dari pemeriksaan penunjang seperti:

  1. Pemeriksaan laboratorium : untuk menilai sel-sel darah, urin, feses
  2. Kultur bakteri : untuk mengetahui bakteri penyebab infeksi, dan untuk menentukan antibiotik serta resistensinya.
  3. Radioimaging : seperti CT-Scan, MRI, rontgen untuk mengetahui langsung bagian dalam tubuh yang terkait dengan penyakit.


PRINSIP DASAR PEMERIKSAAN FISIK

Tujuan umum pemeriksaan fisik adalah untuk memperoleh informasi mengenai status kesehatan pasien. Tujuan definitifnya adalah untuk mengindentifikasi status “normal” dan kemudian mengetahui adanya kelainan dari keadaan normal tersebut dengan memvalidasi keadaan dan keluhan dari gejala pasien. Skrining keadaan pasien, dan pemantauan masalah kesehatan pasien saat ini. Informasi ini penting untuk menjadi catatan/rekam medis (medical record) pasien, menjadi dasar data awal dari temuan klinis, bahkan selalui diperbarui dan ditambahkan sepanjang waktu untuk mengetahui riwayat penyakit dari pasien.

Informasi dapat bersifat subyektif maupun obyektif. Informasi subyektif didapatkan dari anamnesis terhadap pasien, sedangkan informasi obyektif didapatkan dengan pemeriksaan fisik pada pasien.temuan klinis obyektif ini akan memperkuat dan menjelaskan data subyektif yang diperoleh pada anamnesis, tetapi juga pada saat yang sama, pemeriksaan fisik akan membuat pemeriksa bertanya lebih lanjut pada saat pemeriksaan berlangsung.

Penentuan metode pillihan pada pemeriksaan fisik dipengaruhi oleh usia. Misalkan pada usa remaja (12-19 tahun) senaiknya menjalani pemeriksaan fisik setiap 2 tahun. Individu dewasa (20-59 tahun) sebaiknya menjalani pemeriksaan fisik setiap 5-6 tahun, dan orang lanjut usia (>60 tahun) sebaiknya melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh tiap 2 tahun

Metode tersebut juga dipengaruhi oleh gejala, data fisik, dan laboratorium lainnya, serta tujuan pemerikaan itu sendiri (misalnya screening fsik umum, pemeriksaan fisik spesifik, atau analisi gejala-gejala). Pemeriksaan penapisan/screening misalnya mammografi (foto payudara untuk mengetahui kanker), pap smear (menilai kelainan pada alat vital wanita), uji darah pada feses sebaiknya dilakukan lebih teratur. Kunjungan berikutnya atau tindak lanjut merupakan kunjungan yang terjadwal untuk mengkaji progresivitas atau kesembuhan dari suatu masalah atau kelainan tertentu.

METODE PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik diawali dengan penilaian keadaan umum pasien, yang meliputi:
·        Ekspresi wajah
Apakah pasien menahan sakit, sesak, atau diam dan tenang-tenang saja

·        Gaya berjalan
Nilai apakah ada kelainan, seperti jalan terseok-seok, kecepatan yang menurun, langkah terlalu kecil, dll.

·        Tanda spesifik lain
Nilai apakah tampak adanya luka ataupun memar, nilai kelainan lain yang langsung tampak

·        Keadaan gizi
Dilakukan pengukuran BB (berat badan) dan TB (tinggi badan).
IMT (indeks massa tubuh) = BB(kg) / TB2 (m)
Klasifikasi IMT :
BB kurang                   <18,5
BB normal                  18,5-22,9
BB lebih                      >23
            Dgn resiko      23-24,9
            Obes I             25-29,9
            Obes II            >30

·        Status mental
Nilai tingkah laku, perasaannya, dan juga cara berfikir. Lakukan interaksi sederhana bisa dengan menanyakan orientasi tempat, waktu. Dan juga aktifitas sehari-hari. Nilai apakah terdapat penurunan fungsi berfikir atau tidak.

·        Bentuk badan
Nilai kelainan bentuk tulang belakang seperti kifosis, lordosis, skoliosis. Nilai bentuk dadanya secara keseluruhan, nilai juga kelainan bentuk (malformasi) yang terdapat sejak lahir (kongenital)

·        Cara bergerak (mobilitas)
Aktif dan dapat memiringkan badannya tanpa kesulitan. Dapat memberi petunjuk pada beberapa penyakit seperti tulang sendi atau saraf. Juga dapat mengetahui kelainan jantung juga paru-paru yang mana pasien lebih nyaman dalam keadaan bersandar.

·        Pemeriksaan tanda vital
Terdiri atas:
  • Kesadaran: nilai dengan menggunakan GCS (glasgow coma scale), yang mana keadaan pasien sadar penuh (compos mentis) dengan nilai GCS nya 15. Dibawah itu maka pasien mengalami penurunan kesadaran.
  • Suhu: dengan menggunakan termometer, letakkan pada ketiak selama satu menit. Normal suhu adalah 36,6 -36,2 derjat celsius.
  • Tekanan darah : dengan menggunakan sphygmomanometer atau yang biasa disebut dengan tensimeter. Yang mana nilai normal nya adalah 120/80 mmHg
  • Nadi : dengan cara meraba pada arteri radialis, yang terletak pada pergelangan tangan dibawah ibu jari. Denyut nadi ini sama dengan denyut jantung, yang mana nilai normalnya adalah 60-100 x permenit.
  • Napas : dengan cara melihat, atau meletakkan tangan pada dada pasien, dan menghitung berapa kali pasien bernafas selama satu menit. Normalnya yaitu 16-20 x permenit


Untuk melakukan pemeriksaan fisik pada sistem terkait, misalkan pemeriksaan fisik paru, jantung, perut. Terdapat empat teknik yang dilakukan seluruh dunia, yaitu : inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi. Teknik-teknik ini dilakukan dengan memfokuskan pada indera penglihatan, pendengaran, sentuhan dan penciuman. Data dikumpulkan berdasar semua indera tersebut secara simultan untuk membentuk informasi yang sempurna.

  • Inspeksi

Yaitu melihat dan mengevaluasi pasien secara visual. Sebagai individu, kita selalu menilai orang lain setiap hari, dan membangun kesan mengenai orang lain. Secara tidak kita sadari, sebenarnya kita telah melakukan inspeksi.

Prinsipnya yaitu, pemeriksa menggunakan fokusnya pada indera penglihatan untuk berkonsentrasi melihat keadaan pasien secara menyeluruh, dan teliti. Sejak pertama kali pasien masuk ke ruang dokter, inspeksi sudah dilakukan. Untuk lebih jelas, membenarkan apa yang dilihat oleh mata akan dikaitkan dengan suara yang terdengar atau bau yang berasal dari pasien. Kemudian informasi dikumpulkan oleh semua indera tersebut menjadi sebuah informasi yang bermakna.

  • Palpasi

Yaitu menyentuh atau merasakan dengan tangan, biasanya yang digunakan adalah tangan sebelah dalam, yaitu dekat dengan telunjuk atau juga bisa menggunakan pads (ujung jari). Palpasi diperlukan untuk menambah data yang telah didapat melalui inspeksi sebelumnya. Palpasi dilakukan baik pada permukaan maupun dalam rongga tubuh, terutama pada abdomen (perut)  akan memberikan informasi mengenai posisi, ukuran, bentuk, konsistensi, dan mobitas (gerakan) komponen struktur tubuh (anatomi) pada perut yang normal. Apakah teraba kelainan seperti pembesaran organ maupun massa yang dapat teraba. Palpasi ini juga efektif untuk menilai cairan dalam ruang tubuh.


Pads atau ujung jari pada bagian  ujung ruas interphalangeal (ruas jari) paling baik digunakan untuk palpasi, karena ditempat tersebut terdapat ujung saraf peraba yang letaknya saling berdekatan, sehingga dokter akan lebih mudah merasakan apa yang disentuh. Pengukuran kasar suhu tubuh digunakan dengan bagian punggung (dorsum) tangan. Posisi ukuran dan struktur otgan yang diraba dapat diidentifikasi menggunakan tangan. Vibrasi/getaran dapat mudah terdeteksi oleh permukaan telapak tangan.

  •  Perkusi

Yaitu menepuk permukaan tubuh baik secara ringan maupun tajam. Untuk menentukan posisi, ukuran, dan densitas struktur atau cairan maupun udara dibawahnya. Menepuk dari permukaan akan menghasilkan gelombang suara yang masuk secara vertikal sepanjang 5-7 cm dibawah organ yang diketuk tadi, pantulan suara yang dihasilkan akan berbeda beda tergantung sifat struktur yang dilewati oleh suara itu, apakah padat, berisi cairan, maupun berisi udara.


Prinsipnya yaitu jika suatu organ berisi lebih banyak udara (seperti paru-paru) maka suara yang dihasilkan yaitu  suara yang lebih keras, rendah dan panjang (suara sonor), jika dibandingkan dengan organ yang lebih padat (misalnya otot paha), akan menghasilkan suara yang lebih lembut, tinggi dan pendek (suara pekak). Pada perkusi yang dilakukan pada organ yang berongga (seperti perut), akan menghasilkan suara dengan nada tinggi dan lebih lama terdengar (suara timpani).

  •  Auskultasi

Yaitu ketrampilan untuk mendengar suara tubuh pada paru-paru, jantung, pembuluh darah dan bagian dalam/viscera abdomen. Pada umumnya, auskultasi ini merupakan teknik terakhir yang dilakukan pada suatu pemeriksaan fisik, akan tetapi pada pemeriksaan fisik abdomen (perut), biasanya auskultasi dilakukan setelah melakukan inspeksi, karena ditakutkan terjadinya perubahan suara gerakan usus (peristaltik) jikalau dilakukan setelah palpasi dan perkusi. Suara-suara penting yang terdengar saat auskultasi adalah suara gerakan udara dalam paru-paru, yang mana ketika udara melewati rongga menuju paru. Juga untuk mendengarkan bunyi usus yang berada pada rongga perut. Kemudian untuk mendengarkan aliran darah yang melalui sistem kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah). Suara pada auskultasi dijelaskan dengan frekuensinya, intensitasnya (keras lemahnya), durasinya, kualitas dan juga waktunya.


Auskultasi dilakukan dengan stetoskop. Stetoskop meneruskan suara melalui ujung alat (endpiece), tabung pipa (tubing), dan bagian ujung yang diletakkan di telinga (earpiece). Dan penting menghilangkan suara dari luar yang dapat mengganggu interpretasi.

Bagian ujung stetoskop terdapat diafragma dan bel. Diafragma digunakan untuk meningkatkan suara yang tinggi pitch-nya (frekuensi), misalnya suara nafas yang terdengar dari paru-paru dan suara usus yang terdengar dari perut dan ketika mendengarkan suara jantung yang normal. Bel digunakan khususnya untuk suara dengan pitch-rendah seperti suara-suara murmur jantung (bunyi tambahan pada detak jantung), turbulensi aliran darah didalam arteri (suara bruits) atau vena (suara hums). Karena aliran darah memberikan suara dengan pitch yang rendah, bel juga digunakan untuk mengukur tekanan darah. Akan tetapi diafragma juga sering digunakan untuk mendengarkan bunyi ketika memeriksa tekanan darah pasien.

POSISI PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan dalam posisi tertentu, tergantung sistem maupun organ mana yang hendak dinilai. Misalkan pada pemeriksaan fisik jantung, pasien diposisikan dengan posisi kepala lebih tinggi, pada pasien pemeriksaan fisik genitalia, pentingnya dilakukan posisi lithotomy. Akan tetapi banyak pemeriksaan dilakukan dalam posisi duduk maupun tidur terlentang (supinasi).


JENIS-JENIS PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan secara khusus, yaitu tergantung terhadap organ maupun sistem spesifik yang sesuai dengan keluhan pasien, pemeriksaan fisik tersebut sesuai namanya dengan sistem maupun organ yang dilakukan pemeriksaan. Contohnya seperti:




Baiklah sobat, inilah pembahasan kali ini mengenai Pengertian, Prinsip, dan Metode Pemeriksaan Fisik Umum, semoga bermanfaat bagi sobat semuanya J

0 comments:

Post a Comment